KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) no 28 tahun 2024 sebagai turunan Undang Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023 dinilai cukup memadai dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, melindungi masyarakat, menjaga kepentingan publik dan membantu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia. Namun, analis melihat bahwa PP tersebut masih menyisakan sejumlah tantangan. Masih ada berbagai PR untuk menindaklanjuti semua materi muatan UU Kesehatan ke dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya. Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam, mengatakan bahwa salah satu tantangannya adalah PP tersebut di satu sisi memberikan kepastian hukum. Tetapi di sisi lain berpotensi menciptakan kebingungan yang dapat berdampak pada upaya edukasi masyarakat sampai dengan perekonomian.
Menurut Piter, salah satu perlu disoroti adalat terkait kesehatan bayi. Salam PP 28/2024 disebutkan bahwa setiap bayi berhak memperoleh air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 bulan, kecuali atas indikasi medis. Pengecualian terkait indikasi medis ini juga sejalan dengan the International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes (WHO Code). “Artinya, PP tersebut mengakui bahwa susu formula dapat digunakan untuk menggantikan ASI ketika ASI Eksklusif tidak dapat diberikan dan donor ASI tidak tersedia. Ini bentuk konfirmasi sekaligus validasi bahwa susu formula dapat dikonsumsi bayi usia 0-6 bulan,” kata Piter, Kamis (26/9).
Baca Juga: Anak Pendek Belum Tentu Stunting, Ini Ciri-ciri Anak Stunting dan Pencegahannya Oleh karena itu, Piter memandang bahwa keberadaan susu formula dan upaya mendorong pemberian ASI Eksklusif seharusnya tidak perlu dipertentangkan. Sama seperti WHO PP 28/2024,mengakui bahwa susu formula aman dan dapat diberikan kepada bayi ketika ASI tidak dapat diberikan oleh Ibu bayi ataupun oleh donor. Sehingga menurut Piter, PP No.28 Tahun 2024 sejatinya tidak perlu merubah ketentuan yang sudah ada saat ini, yaitu pembatasan kegiatan promosi susu formula sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999. Ia bilang, dalam PP terdahulu itu sudah mengatur ketat iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan satu tahun, di mana industri sudah ikut aturan main karena diatur secara ketat. Piter menambahkan, yang lebih penting dilakukan adalah edukasi mengenai nutrisi yang dapat dilakukan bersama antar pemangku kepentingan. Apalagi angka prevalensi stunting belakangan menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan. Data BPS menunjukkan bahwa angka pemberian ASI Eksklusif di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga 2022 dari 68,84% menjadi 72,04% (2022) dan 73,9% (2023). Namun demikian, di sisi lain, pada tahun 2023 terjadi perlambatan penurunan angka prevalensi stunting yang hanya turun 0,1% dari 21,6% di tahun 2022 menjadi 21,5% di tahun 2023.
Baca Juga: 7 Manfaat ASI bagi Bayi dan Ibu yang Perlu Diketahui “Melihat kondisi yang ada mengenai pemberian ASI Eksklusif dan juga perlunya percepatan penurunan angka stunting, diperlukan penciptaan kondisi yang mendukung pemberian ASI Eksklusif seperti ruang laktasi di kantor dan ruang publik, serta penguatan akses informasi atas pilihan nutrisi yang sehat bagi bayi.” jelas Piter. Seperti diketahui, WHO telah menerbitkan WHO Code pada tahun 1981 dengan tujuan memberikan dukungan dan perlindungan terhadap proses menyusui dengan cara mengatur praktik perdagangan formula bayi dan produk Pengganti ASI (PASI) lainnya.
Indonesia cukup berhasil mengimplementasikan WHO Code, khususnya bila dibandingkan dengan capaian rata-rata negara di Asia dan dunia. Merujuk Marketing of BMS: National Implementation of the International Code Status Report 2020, pencapaian Indonesia pada 2020 mencapai 50%, lebih baik dari rata-rata implementasi di kawasan Asia sebesar 41% dan di tingkat global 11%. “Cukup berhasilnya implementasi WHO Code di Indonesia menyiratkan bahwa ketentuan pengaturan praktik perdagangan formula bayi dan produk pengganti ASI untuk produk bayi hingga usia satu tahun yang diberlakukan oleh pemerintah sejauh ini tidak menghambat pemberian ASI Eksklusif.” pungkas Piter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk