PP DNI membuka luas asing di industri transportasi



JAKARTA. Pemerintah sudah meneken aturan tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan syarat alias Daftar Negatif Investasi (DNI).

Aturan yang berbentuk Peraturan Presiden (PP) dengan nomor 39 tahun 2014 itu, ditandatangani oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tanggal 23 April 2014. Aturan ini merupakan bentuk revisi dari aturan sebelumnya, PP nomor 36 tahun 2010. Dalam aturan DNI yang terbaru ini, tercatat sejumlah bidang usaha lebih terbuka untuk kepemilikan asing. Salah satunya adalah untuk industri perhubungan. DNI juga akan lebih membuka beberapa bidang usaha yang ada di industri transportasi. Salah satunya adalah bidang usaha penyediaan fasilitas pelabuhan, seperti dermaga, gedung, gudang kapal, peti kemas, terminal curah cair dan kering. Untuk bidang usaha ini, pemerintah akan membuka peluang bagi asing memiliki sahamnya hingga 49%. Bahkan, selama masa KPS (kerjasama pemerintah swasta), kepemilikan asing bisa mencapai 95%.

Dengan demikian, maka industri transportasi, terutama bongkar muat di pelabuhan yang minim keterlibatan pengusaha lokal, bakal disetir asing. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Natsir Mansyur mengatakan, keberadaan aturan ini bukti kalau industri nasional belum bisa memaksimalkan potensi pasar pelayaran di tanah air. Tingginya demand jasa pelayaran, seiring pertumbuhan ekonomi yang meningkat harusnya bisa dimanfaatkan pengusaha lokal. Meski demikian, pemerintah nampaknya melihatnya dengan cara berbeda. Untuk memenuhi permintaan yang tinggi itu pemerintah menarik minat investor asing.


"Di satu sisi, pengusaha butuh jasa transportasi yang efisien, tetapi di sisi lain memang itu belum bisa dipenuhi," ujar Natsir, Jumat (2/4). Oleh karenanya, ia mendukung kebijakan tersebut sepanjang tidak lagi muncul maslah di lapangan. Menurutnya, bukan rahasia umum jika antara kementerian industri dan kementerian perhubungan sering tidak kompak soal aktivitas jasa pelayaran. Kementerian Industi, menurutnya, selalu mengutamakan kepentingan industri. Berbeda dengan kementerian perhubungan, yang melihat dari sisi efisiensi instansi perhubungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan