PP perpajakan fiskal & royalti Freeport digodok



JAKARTA. Pemerintah tengah membentuk Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan stabilitas investasi perihal perpajakan fiskal dan royalti PT Freeport Indonesia (PTFI). PP ini akan disesuaikan dengan pergantian status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Pembentukan aturan itu diklaim juga mampu meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dan fiskal dari sektor pertambangan khususnya dari IUPK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dibanding dengan Kontrak Karya.

"Ini sudah ada, antara IUPK dan Kontrak Karya sudah dihitung persis dan lebih besar IUPK, karena ini prevailing," terang Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM, Teguh Pamudji di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (26/7).


Asal tahu saja, selama ini Freeport memakai skema perpajakan nail down atau pajak yang tidak berubah-ubah. Itu terkandung dalam Kontrak Karya. Nah, apabila status Freeport berubah menjadi IUPK ketentuan pajaknya akan diubah menjadi prevailing.

"Saya melihat exercise-nya dari 2016 itu hitungannya kewajiban fiskal dari Kontrak Karya dan IUPK itu lebih bagus IUPK. Besarannya saya tidak hafal," klaimnya.

Sayangnya, Teguh belum bisa memastikan kapan PP tersebut akan dikeluarkan. Yang jelas, sebelum Oktober tahun ini, PP tersebut sudah ada. Karena itu masuk bagian dari negosiasi antara pemerintah dengan Freeport.

Seperti diketahui, negosiasi dengan Freeport membahas empat hal yakni, perpanjangan operasi, pembangunan smelter, divestasi saham 51% dan stabilitas investasi.

"PP ini kami usahakan mana yang paling ideal untuk pemegang KK dan PKP2B yang menjadi IUPK. Ini yang masih kita bahas, bagaimana kami bisa menampung dari pajak daerah dan pajak pusat," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini