KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor konstruksi dan properti mencatatkan total liabilitas Rp 239,31 triliun per Juni 2019. Salah satu emiten BUMN sektor ini, PT PP Properti (PPRO) misalnya, mencatatkan utang Rp 11,35 triliun. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari utang usaha dan utang berbunga. Direktur Utama PPRO Taufik Hidayat mengatakan, dalam pengembangan bisnis, pihaknya memperhatikan kesehatan keuangan dengan menjaga kesehatan neraca PPRO. "Hal ini terlihat dari rasio utang terhadap ekuitas (DER) sebesar 1,92 kali, jauh lebih kecil dari batas maksimum sebesar 3 kali," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (25/10). Direktur Keuangan PPRO Indaryanto mengatakan, ada beberapa bank sebagai pihak pemberi pinjaman yang memperbolehkan DER PPRO sampai 5 kali. "Jadi DER yang masih di bawah 2 kali tersebut tergolong aman. Terlebih lagi, DER interest bearing lebih rendah lagi karena jumlah utang berbunga hanya Rp 6 triliun," kata Indaryanto.
PP Properti (PPRO): Rasio utang masih aman
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor konstruksi dan properti mencatatkan total liabilitas Rp 239,31 triliun per Juni 2019. Salah satu emiten BUMN sektor ini, PT PP Properti (PPRO) misalnya, mencatatkan utang Rp 11,35 triliun. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari utang usaha dan utang berbunga. Direktur Utama PPRO Taufik Hidayat mengatakan, dalam pengembangan bisnis, pihaknya memperhatikan kesehatan keuangan dengan menjaga kesehatan neraca PPRO. "Hal ini terlihat dari rasio utang terhadap ekuitas (DER) sebesar 1,92 kali, jauh lebih kecil dari batas maksimum sebesar 3 kali," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (25/10). Direktur Keuangan PPRO Indaryanto mengatakan, ada beberapa bank sebagai pihak pemberi pinjaman yang memperbolehkan DER PPRO sampai 5 kali. "Jadi DER yang masih di bawah 2 kali tersebut tergolong aman. Terlebih lagi, DER interest bearing lebih rendah lagi karena jumlah utang berbunga hanya Rp 6 triliun," kata Indaryanto.