PPATK dalami pola cuci uang pejabat Bea Cukai



JAKARTA. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri bekerjasama dengan analisis dari Pusat Pelaporan Analisis dan Keuangan (PPATK) mendalami pola pencucian uang yang dilakukan pejabat bea dan cukai Heru Sulastyono.

"PPATK sudah menugaskan tiga orang ahli analis transaksi keuangan pada kami dan sekarang sedang bekerja," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Selasa (26/11).

Dikatakannya tiga orang analis PPATK yang diperbantukan kepada Polri saat ini fokus mendalami berkas Heru Sulastyono.


"Fokusnya untuk mendalami berkas Heru karena polanya sudah sama," katanya.

PPATK sebelumnya menyerahkan 16 transaksi mencurigakan milik sejumlah pegawai Ditjen Bea dan Cukai. Dari 16 transaksi keuangan yang diserahkan PPATK, satu diantaranya milik Heru Sulastyono yang kini menjadi tersangka kasus suap.

Apakah akan ada Heru-Heru lain di Bea dan Cukai?, Arief belum mau membeberkannya.  "Itu kan inginnya wartawan," canda Arief.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Laundrying menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar dan kendaraan.

Yusran menyuap Heru untuk menghindari audit perusahaan. Heru akan memberitahu Yusran bila bisnisnya akan diaudit kepabean. Untuk itu Yusran melakukan buka tutup perusahaan untuk menghindarinya.

Istri muda Heru Sulistyono alias Heru (HS) diduga menjadi penampung uang suap. Proses suap dibungkus secara rapih untuk mengelabui para penegak hukum dalam menyamarkan uang hasil kejahatan.

Penyuap Yusran Arif alias Yusron (YA) selaku  omisaris PT Tanjung Jati Utama melalui Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaannya memberikan uang kepada Heru dalam bentuk polis asuransi kemudian setelah dicairkan asuransinya, uang ditransfer ke rekening orang lain. Hal tersebut dilakukan agar seolah-olah uang itu bukan dari Yusron.

Yusron memerintahkan Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaan mengirimkan uang ke Heru melalui rekening atas nama Siti Rosida, kemudian ditransfer kepada Anta Widjaya (AW) yang merupakan seorang office boy yang bekerja di perusahaan Yusron.

Setelah masuk ke rekening Anta Wijaya, kemudian uang ditransaksikan dalam bentuk polis asuransi dalam atas nama Heru. Dari transaksi itu ada dua polis asuransi yang masing-masing isinya Rp 200 juta. Kemudian dari rekening BCA lainnya atas nama Siti Rosida mentransfer uang ke rekening istri muda Heru.

Uang tersebut kemudian ditransaksikan membeli polis asuransi sebanyak sembilan polis asuransi. Empat polis asuransi ditransaksikan atas nama Heru Sulastyoni dan lima polis asuransi ditransaksikan atas nama Widyawati.

Sebelum polis asuransi itu jatuh tempo dicairkan dalam bentuk uang tunai kemudian ditransfer ke rekening Widyawati di rekening Mandiri.

Dari empat polis asuransi atas nama Heru Sulastyono berisi masing-masing Rp 249.793.500, Rp1.796.600.000, Rp 500 juta, dan Rp 1.988.500.000. Sementara lima polis asuransi atas nama Widyawati masing-masing berisi Rp 290 juta, Rp 600 juta, Rp 2,4 miliar, Rp 1,6 miliar, dan Rp 1,6 miliar. Totalnya Rp 11,4 miliar total dari 11 transaksi.

Herus Sulastyono ditangkap di rumah mantan isterinya yang terletak di Perumahan Sutera Renata Alba Utama Nomor 3 Alam Sutera, Serpong, Tangerang Banten, Selasa (29/10) malam sekitar pukul 01.00 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan Yusran di Jalan Aslih RT 11 RW 01 Nomor 49, Ciganjur, Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada pukul 08.00 WIB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan