PPATK Fokus Berantas Green Financial Crimes



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan, kejahatan lingkungan atau green financial crimes merugikan dunia termasuk Indonesia.

Sebab itu, pemberantasan green financial crimes menjadi salah satu program dua dekade Gerakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) yang akan dilakukan PPATK ke depannya.

Ivan menyebut, aktivitas pencucian uang dari kejahatan lingkungan yang bernilai sangat besar telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan dunia internasional, karena merusak tatanan dunia dan mengancam keberlangsungan lingkungan.


Hal ini sesuai dengan Presiden Joko Widodo yang memberikan perhatian khusus terhadap green economy yang sejalan dengan perhatian global. Peran PPATK adalah berupaya memastikan bahwa integritas sistem keuangan Indonesia tidak dikotori oleh aliran uang hasil tindak pidana yang berasal dari lingkungan hidup.

Baca Juga: PPATK Kembali Bekukan 17 Rekening Terkait Investasi Ilegal, Nilainya Rp 77,945 Miliar

“Pada kesempatan ini, PPATK juga mencanangkan pencegahan dan pemberantasan TPPU yang berhubungan dengan Green Financial Crimes sebagai upaya PPATK mendukung program pemerintah untuk membangun perekonomian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” kata Ivan dalam Silaturahmi Nasional Gerakan APU PPT, Selasa (29/3).

Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) menyebut bahwa kejahatan lingkungan mencakup berbagai kegiatan mulai dari eksploitasi sumber daya alam, perdagangan sumber mineral, kehutanan hingga perdagangan limbah secara illegal.

Berdasarkan hasil riset FATF yang dirilis Juli 2021, dari data INTERPOL dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), nilai kejahatan lingkungan mencapai US$ 110 miliar – US$ 281 miliar atau Rp 1.540 triliun setiap tahun keuntungan yang diperoleh para pelaku kejahatan lingkungan.

Ivan mengatakan, Silaturahmi nasional 2 Dekade Gerakan APU PPT merupakan peringatan milestone di Indonesia, yang telah menjadi bagian dari gerakan global pencegahan dan pemberantasan pencucian uang untuk memelihara integritas sistem keuangan internasional.

Baca Juga: Eks Pejabat DKI Cairkan Cek Rp 35 Miliar, Ini Rincian Gaji & Tunjangan PNS Jakarta

Milestone lainnya berupa penambahan pemangku kepentingan Gerakan APU PPT. Awalnya, kewajiban Penyedia Jasa Keuangan hanya pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT). Kini berkembang menjadi Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya, dan Profesi, termasuk di dalamnya perusahaan fintech.

Kewajiban pelaporan juga bertambah menjadi LTKM, LTKT, Laporan Transaksi Keuangan luar Negeri (LTKL), cross border cash carrying (CBCC), Laporan Transaksi dari Penyedia Barang dan Jasa, hingga Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu.

“Perjalanan Gerakan APU PPT telah ditandai dengan dibentuknya Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada tanggal 5 Januari 2004. Ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menangani TPPU dan TPPT, serta menyiratkan bahwa TPPU dan TPPT memerlukan sinergi seluruh pemangku kepentingan,” ujar Ivan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .