PPATK Klaim Ada Transaksi Mencurigakan Pegawai Kemenkeu Hingga Rp 300 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membenarkan adanya transaksi keuangan mencurigakan terkait pegawai Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Aliran dana tersebut mengalir di dalam negeri dan ada juga yang mengalir ke luar negeri.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hal itu terkait data yang sudah PPATK sampaikan hampir 200 informasi hasil analisis (IHA) kepada Kementerian Keuangan sejak 2009-2023 karena terkait internal Kemenkeu.

Ivan mengatakan, pola transaksi dalam nominal besar ratusan miliar terkait aset besar. Di antaranya terkait perusahaan, taman bermain, hotel, kos-kosan dan lain lain milik oknum.


"(Aliran dana) Dalam (negeri) dan luar (negeri)," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Kamis (9/3).

Ivan menyebut, pihaknya telah berkomunikasi dengan financial intelligent negara lain untuk menelusuri aliran dana yang ke luar negeri.

"Ya pastinya. Itu prosedur biasa di kami," kata Ivan.

Baca Juga: Buntut Kasus Rafael Alun, KPK Bakal Revisi Aturan LHKPN

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md mengatakan dari Rp 300 triliun transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melibatkan lebih dari 460 orang.

Adapun nilai transaksi tersebut merupakan laporan dari 2009 hingga 2023 ini yang belum ada kemajuan informasinya. Di mana sejak 2009 hingga 2023 ada lebih dari 160 laporan masuk.

"Itu tahun 2009 sampai 2023, ada 160 laporan lebih. Taruhlah 168 sejak itu. Itu tidak ada kemajuan informasi. Sesudah diakumulasikan, semua melibatkan 460 orang lebih ke kementerian itu yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp 300 triliun," kata Mahfud dikutip dari Kanal YouTube Kemenko Polhukam, Kamis (9/3).

Dari seluruh laporan yang masuk sejak 2009 kata Mahfud tidak terdapat kelanjutan informasi. Dalam kata lain ratusan laporan tersebut tidak di-update informasinya atau belum mendapatkan respons.

Mahfud menuturkan, kadang kala laporan baru akan mendapatkan respons ketika sudah menjadi kasus. Ia menyinggung soal kasus Rafael Alun yang ternyata sudah ada laporan sebelumnya.

"Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus. Kayak Rafael itu jadi kasus, lalu dibuka ini sudah dilaporkan kok didiemin," kata Mahfud.

Baca Juga: Terkait Adanya Geng Pajak Rafael Alun, Ini Kata Kementerian Keuangan

Contoh lainnya ialah kasus Angin Prayitno baru dibuka saat diungkap oleh KPK. Menyikapi adanya respons yang kurang dari laporan yang ada menurutnya diperlukan satu sistem.

Meski demikian, Ia salut terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani yang gigih dalam membersihkan atau menyelesaikan laporan-laporan yang menumpuk tersebut. Menurutnya Menteri Keuangan sudah melakukan tindakan cepat mengenai laporan yang masuk.

Ia menegaskan total laporan yang masih belum ditindaklanjuti tersebut sudah ada sejak 2009. Artinya sudah ada sebelum Sri Mulyani menjabat sebagai menteri keuangan.

"Tapi menumpuk sebanyak itu karena bukan Sri Mulyani, ganti menteri empat kali sejak tahun 2009 tidak bergerak. Dan Ke-irjenan memberi laporan kalo dipanggil kali, sehingga 'Pak itu hanya kecil-kecil nggak ada masalah'. Ternyata kalau kalau dianggap ada masalah sekarang ada masalah," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari