KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut masih ada indikasi aktivitas judi online melalui
fintech peer to peer (P2P)
lending. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sampai saat ini, fintech P2P lending masih digunakan oleh para pemain judi online yang memerlukan pendanaan. "Jadi orang yang terjebak judi online akan cenderung melakukan pinjaman online. Hal tersebut terlihat dari sampel mutasi rekening pemain judi online," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (13/9).
Baca Juga: AdaKami Terapkan Sejumlah Upaya Antisipasi Aktivitas Judi Online Secara rinci, Ivan menerangkan sekitar 80% pemain judi online masih dari kalangan menengah ke bawah. Untuk klasifikasi pemain, dia bilang sekitar 53% berada pada usia 20 tahun hingga 30 tahun. Sementara itu, Ivan menyampaikan nilai transaksi judi online sepanjang 2023 mencapai Rp 327 triliun. Dia bilang sampai semester I-2024, nilai transaksi judi online mencapai Rp 174 triliun. Sebelumnya, Menteri Kominfo Budi Arie mengatakan menyebut banyak pengguna judi online yang mendapatkan dananya lewat pinjaman online, khususnya yang ilegal. "Saya bilang bahwa judi online dan pinjaman online itu adik kakak. Sebab, hasil tracking menemukan ada keterkaitan antara judi online dan pinjaman online. Jadi, kalau mau judi online, mereka tahu pengguna perlu duit dan kalah, dikejar, lalu ditawarkan. Metodenya seperti itu. Itu pinjaman online untuk memangsa para pemain judi online," ucapnya dalam konferensi pers, Rabu (11/9).
Baca Juga: Judi Online Terkait dengan Pinjaman Online, Ini Kata Pengamat Budi juga mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait adanya aturan baru yang mengatur peminjam tidak boleh meminjam lebih dari 3 platform. Dia menganggap aturan itu juga menjadi upaya dalam mengantisipasi pengguna judol untuk banyak meminjam lewat platform
fintech peer to peer (P2P)
lending. Sebab, ada kecenderungan pengguna judol itu menggunakan cara gali lubang tutup lubang untuk mendapatkan dana bermain judi online. "Jadi, sudah utang sini, gali lubang, tutup lubangnya mengutang lagi," katanya. Di sisi lain, Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Pandu Sjahrir mengatakan Aftech secara aktif mendukung kolaborasi yang erat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pihak regulator lainnya termasuk Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan penegak hukum untuk memperkuat regulasi dalam melakukan pencegahan atas penyalahgunaan platform digital dan sistem pembayaran untuk judi online.
Baca Juga: Menkominfo Sebut Judi Online dan Pinjaman Online Saling Berkaitan Pandu mengungkapkan kolaborasi itu mencakup pelaporan aktivitas mencurigakan, serta pembaruan regulasi dan kebijakan yang relevan untuk menjaga ekosistem digital yang aman. Selain itu, bertujuan untuk melindungi ekosistem fintech dari penyalahgunaan oleh pelaku penipuan judi online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi