KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan narkotika merupakan salah satu tindak pidana asal yang berisiko tinggi dalam pencucian uang. Hal ini berdasarkan National Risk Assessment (NRA) Indonesia tahun 2021. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sejak tahun 2022 hingga tahun 2024, PPATK telah berkontribusi dalam mengidentifikasi dan menganalisis hasil tindak pidana narkotika sebesar kurang lebih US$ 6,97 miliar atau senilai Rp 104,5 triliun. Sebab itu, sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF), Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, termasuk yang bersumber dari tindak pidana narkotika.
Baca Juga: PPATK: Hingga Awal November 2024, Transaksi Judi Online Tembus Rp 283 Triliun "Narkotika merupakan salah satu tindak pidana asal yang berisiko tinggi dalam pencucian uang," ujar Ivan dalam keterangan pers, Kamis (16/1). Ivan menambahkan, di tengah hubungan global yang semakin erat terjalin, keterlibatan dengan mitra eksternal selalu menjadi faktor penentu keberhasilan PPATK. Yakni dalam memperkuat rezim Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal Indonesia. "Amerika Serikat telah menjadi salah satu mitra kerja kami sejak berdirinya PPATK lebih dari dua dekade lalu,” ucap Ivan. Lebih lanjut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menerima penghargaan dari America Drug Enforcement Agency (DEA) Amerika Serikat pada Rabu, 15 Januari 2025 di Kediaman Duta Besar Amerika Serikat, di Jakarta.