PPATK: Sekitar 53% Pelaku Judi Online Berusia 20-30 tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas judi online terbilang masih marak di Indonesia, bahkan nilai transaksinya masih tinggi. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan nilai transaksi judi online sepanjang 2023 mencapai Rp 327 triliun. 

"Pada semester I-2024, nilai transaksi judi online mencapai Rp 174 triliun," ucap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Jumat (13/9).

Jika ditelaah secara angka, maka nilai transaksi judi online pada semester I-2024 masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan nilai pada semester I-2024, Ivan mengatakan sekitar 80% pemain judi online masih dari kalangan menengah ke bawah. 


Baca Juga: PPATK: Pemain Judi Online Gunakan Fintech Lending untuk Pinjam Uang

"Untuk klasifikasi pemain, sekitar 53% berada pada usia 20 hingga 30 tahun," ujarnya.

Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda turut angkat bicara mengenai masih banyaknya kalangan menengah ke bawah yang terjerat judi online.

Nailul mengatakan modus atau motif dari orang bermain judi online adalah mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat. Tanpa ada alat yang terlampau mahal hingga proses mudah, pasti judi online akan dilirik oleh masyarakat yang membutuhkan tambahan pendapatan. 

Terlebih, saat ini himpitan ekonomi di kelas menengah bawah makin kuat baik harga-harga kebutuhan pokok melejit, pendapatan hanya naik 1,5%, hingga kehilangan pekerjaan. Otomatis, kalangan menengah ke bawah akan melirik judi online yang dianggap menjadi solusi.

"Motif mereka mendapatkan dana tambahan dengan mudah dan cepat, ya, dari bermain judi online. Terlebih, mereka kurang teredukasi masalah digital tersebut. Jadi, mereka makin gampang terpengaruh informasi judi online," kata Nailul kepada Kontan, Senin (16/9).

Baca Juga: PPATK: Fintech Lending Digunakan Pemain Judi Online untuk Pinjam Uang

Oleh karena itu, Nailul mengatakan jika memang masalah literasi digital masih rendah, pemerintah harus memotong arus informasi terkait judi online. Dia bilang pemerintah juga bisa memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundangan, tak terkecuali influencer yang menyampaikan informasi terkait judi online. 

Selain itu, Nailul menyampaikan pemerintah juga jangan menciptakan kondisi yang makin memberatkan masyarakat, seperti kenaikan tarif pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian, masyarakat tidak terbebani lebih dalam hidup. Hal itu juga bisa meminimalisir keinginan masyarakat melirik judi online.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .