PPATK telisik transaksi mencurigakan Hadi Poernomo



JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masih menelusuri transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengajuan keberatan pajak PT Banak Central Asia. PPATK belum menyerahkan kepada KPK hasil analisis transaksi mencurigakan terkait Hadi."Belum, karena transaksi (memerlukan waktu) lama," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso melalui pesan singkat, Rabu (30/4/2014).Menurut Agus, KPK telah menyampaikan permintaan kepada PPATK untuk menelusuri transaksi yang berkaitan dengan Hadi.Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penelusuran aset merupakan salah satu prosedur standar yang dilakukan KPK terhadap seorang tersangka. Dengan melakukan penelusuran aset, KPK bisa mendapatkan bayangan mengenai profil kekayaan tersangka itu sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan saat menuntut penggantian kerugian negara nantinya.Nilai harta yang dilaporkan Hadi kepada KPK dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tertanggal 9 Februari 2010 mencapai sekitar Rp 38,8 miliar. Harta itu berupa bentuk lahan, bangunan, logam mulia, batu mulia, barang seni, barang antik, dan harta lainnya. KPK menetapkan Hadi Poernomo, selaku mantan Dirjen Pajak, sebagai tersangka kasus korupsi permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk tahun 2003 sejak 21 April 2014.Hadi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirjen Pajak setelah menerima seluruh permohonan keberatan pajak PT BCA Tbk atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp 5,7 triliun. Kasus ini bermula dari pengajuan surat keberatan pajak oleh BCA pada 17 Juni 2003.Terhadap keberatan itu, pada 13 Maret 2004, Direktur PPh Ditjen Pajak mengirimkan surat pengantar risalah keberatan kepada Dirjen Pajak yang saat itu dijabat Hadi. Surat pengantar tersebut berisi hasil telaahan dan kesimpulan telaahan keberatan serta usulan kepada Hadi selaku Dirjen Pajak untuk menolak permohonan keberatan pajak BCA. Namun, pada 18 Juni 2004 atau satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan atas keberatan pajak BCA, Hadi memerintahkan Direktur PPh selaku pejabat penelaah keberatan melalui nota dinas Dirjen Pajak tanggal 17 Juni 2004 untuk mengubah kesimpulan dan saran hasil telaahan keberatan wajib pajak PT BCA Tbk.Menurut KPK, melalui nota dinas, Hadi meminta kepada Direktur PPh, selaku pejabat penelaah, agar mengubah kesimpulan menjadi menerima seluruh keberatan. Karena nota dinas Dirjen Pajak yang menerima permohonan keberatan pajak BCA tersebut diterbitkan sehari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan atas permohonan BCA tersebut, Direktur PPh tidak punya cukup waktu dan kesempatan lagi untuk memberikan tanggapan terhadap nota dinas tersebut.Nota dinas Dirjen Pajak yang dikeluarkan Hadi untuk menerima keberatan pajak BCA itu mengabaikan fakta bahwa materi keberatan yang sama juga diajukan sejumlah bank lain dan diputuskan ditolak. Atas perbuatan Hadi itu, negara diduga mengalami kerugian mencapai Rp 375 miliar. Perhitungan tersebut berasal dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan oleh BCA. (Icha Rastika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie