PPh bunga obligasi jadi 10%, sejumlah pihak menilai berisiko dan tidak menguntungkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menurunkan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi dari 20% menjadi 10%. Ketentuan tarif PPh ini berlaku untuk penghasilan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri (WPLN) selain bentuk usaha tetap (BUT).

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Beleid ini merupakan aturan pelaksana atas Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. PP 9/2021 ini berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

“Tarif pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diturunkan menjadi sebesar 10% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan pengindahan pajak berganda,” sebagaimana dikutip pada Pasal 3 PP 9/2021.


Direktur Eksekutif Pratama- Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan penurunan PPh itu sebetulnya tidak terlalu berdampak terhadap investor obligasi asing yang telah menjalin perjanjian tax treaty mayoritas sudah mendapatkan tarif 10%. 

Catatan Kontan.co.id, dari 71 yurisdiksi/negara partisipan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3) dengan Indonesia, hanya ada 15 yurisdiksi yang mendapatkan tarif PPh bunga obligasi di atas 10% dengan batas atas 15%. Sementara, 56 yurisdiksi lainnya dibanderol tarif 10% ke bawah, bahkan Belanda, Kuwait, Uni Emirat Arab (UEA) mendapatkan tarif 5%. 

Baca Juga: Jangan lupa! Ditjen Pajak ingatkan masyarakat laporkan sepeda dalam SPT tahunan

Namun Priatno menilai setidaknya kebijakan itu mempermudah administrasi pembayaran pajak oleh SPLN. Sebab, ketentuan saat ini negara yang menjalin P3B dengan Indonesia terlebih dahulu harus mengisi formulir yang membuktikan telah menjalin tax treaty.

Dus, dengan tarif baru 10% pihak yang ditunjuk sebagai pemotong pajak bisa langsung memungut kewajiban perpajakannya tersebut. Hanya saja, Priatno menilai fasilitas ini tidak akan signifikan menarik investor asing membeli obligasi dalam negeri.

Di sisi lain, Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan penurunan PPh bunga obligasi bagi investor asing justru bisa menjadi boomerang bagi pemerintah. Sebab, posisi kepemilikan asing terhadap surat utang pemerintah saat ini sekitar 30%. Dampaknya stabilitas nilai tukar rupiah justru bisa terganggu.

Terlebih, Enny melihat yield surat utang pemerintah saat ini masih lebih tinggi daripada negara lain. Sehingga investor asing masih banyak berminat membeli obligasi dalam negeri.

“Jadi suatu kebijakan itu harus memikirkan dampak lebih lanjutnya, ekonomi itu tidak bisa parsial karena efeknya ke sektor lain. Penurunan PPh atas bunga obligasi ini bisa meningkatkan risiko atas dominasi investor asing,” ujar Enny kepada Kontan.co.id, Minggu (21/2).

Selanjutnya: Siap-siap, Kementerian ESDM bakal patok harga batubara untuk proyek hilirisasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .