PPN 12% Akan Ditunda, Pemerintah Prabowo Siapkan Strategi Dongkrak Penerimaan Pajak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Prabowo Subianto disebut akan mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12%. Dengan begitu, sejumlah strategi telah disiapkan untuk mendongkrak penerimaan pajak. 

Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran Anggawira mengatakan pemerintahan di era Prabowo akan mempertimbangkan untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12%. Hal itu menurutnya akan membantu menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang sering dibeli oleh masyarakat kelas menengah.

“Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk menunda PPN 12%,” ungkap Anggawira kepada Kontan, Kamis (10/10). 


Anggawira menyebutkan, faktor yang pertama adalah kondisi Ekonomi saat ini. Perekonomian Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan seperti melemahnya sektor manufaktur, deflasi, serta penurunan daya beli masyarakat. Pemerintahan Prabowo mungkin akan mempertimbangkan penundaan ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah inflasi yang dapat memperlambat pemulihan ekonomi.

Baca Juga: Prabowo Bakal Tambah Anggaran Belanja pada 2025, Apakah Mampu Dorong Ekonomi?

Kedua terkait daya Beli dan Konsumsi Rumah Tangga. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdampak langsung pada harga barang dan jasa. Kenaikan tarif PPN dapat membebani masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang menjadi motor penggerak konsumsi. Oleh karena itu, penundaan tarif bisa menjadi langkah untuk menjaga stabilitas konsumsi rumah tangga.

Ketiga, mempertimbangkan kondisi Bisnis. Dunia usaha juga membutuhkan dukungan agar tidak terbebani oleh kenaikan pajak di tengah pemulihan pasca-pandemi. Penundaan tarif PPN bisa memberikan ruang bagi sektor swasta untuk tumbuh lebih cepat.

“Penundaan tarif PPN 12% tentunya akan berdampak pada target penerimaan negara dari sektor pajak, mengingat PPN merupakan salah satu sumber penerimaan yang signifikan,” ujarnya. 

 Angga mengatakan pemerintah harus bersiap terhadap kemungkinan terjadinya defisit yang lebih besar jika penundaan dilakukan tanpa strategi penerimaan yang jelas. Di sisi lain, penundaan ini berpotensi menjaga stabilitas harga dan konsumsi, yang bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan konsumsi yang terjaga, aktivitas bisnis dapat berjalan lebih baik, dan pada gilirannya, perekonomian dapat kembali pulih lebih cepat.

Dengan mempertimbangkan penundaan kenaikan PPN menjadi 12% tersebut, Anggawira mengungkapkan pemerintahan Prabowo telah menyiapkan sejumlah strategi untuk tetap menjadi penerimaan pajak.  

Perluasan Basis Pajak

Pemerintahan Prabowo bisa menyiasati penurunan penerimaan dari PPN dengan memperluas basis pajak, misalnya melalui pengenaan pajak kepada sektor-sektor baru atau meningkatkan kepatuhan pajak di sektor-sektor informal dan digital. Pertama adalah penguatan Administrasi Pajak. Digitalisasi dan perbaikan sistem administrasi pajak juga bisa menjadi upaya untuk meningkatkan penerimaan tanpa perlu menaikkan tarif PPN.

Kedua, Diversifikasi Sumber Penerimaan. Selain PPN, pemerintah bisa menggali potensi penerimaan lain seperti dari sektor pajak penghasilan, cukai, serta potensi pajak baru dari ekonomi hijau atau sektor yang masih kurang optimal digarap, seperti pajak karbon dan pajak kekayaan.

“Selain itu juga Optimalisasi BUMN dan Investasi. Meningkatkan kontribusi BUMN dan memperbaiki iklim investasi juga bisa menjadi strategi jangka panjang untuk meningkatkan penerimaan negara secara lebih berkelanjutan,” jelasnya. 

Baca Juga: Prabowo Fokus Kejar Pengemplang Pajak untuk Kerek Penerimaan, Begini Tanggapan Ekonom

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati