PPN 12% Bikin Penghimpunan DPK Perbankan Semakin Berat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di tahun depan akan semakin berat. 

Perbankan harus bersaing dengan instrumen investasi non bank seperti SBN dalam menghimpun DPK, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% juga berpotensi menyebabkan simpanan sulit tumbuh double digit.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga memperkirakan laju pertumbuhan DPK bank ke depan akan tersendat imbas kenaaikan PPN menjadi 12%. 


Baca Juga: Sejumlah Bank KBMI 3 Siapkan Jurus Hadapi Tantangan Ekonomi Global 2025

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, sebelum adanya kebijakan PPN 12% pertumbuhan DPK perbankan memang sudah melambat, sehingga dengan adanya PPN 12% akan sulit DPK untuk naik kencang. 

Per Oktober 2024, DPK perbankan hanya tumbuh 6,3% secara tahunan menjadi Rp 8.792,74 triliun, lebih lambat dari bulan sebelumnya sebesar 6,9% yoy.

Ia juga memproyeksikan DPK akan tumbuh 6%-7% di tahun depan, menurutnya itu akan adaptif bergantung pada dinamika perekonomian ke depan.

LPS juga meluncurkan hasil riset terbaru mengenai Indeks Menabung Konsumen (IMK) dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK). Data tersebut dilakukan melalui Survei Konsumen Perekonomian (SKP), SKP melibatkan lebih dari 1.700 responden di berbagai wilayah di Indonesia dengan menggunakan metode stratified random sampling dan wawancara tatap muka.

Berdasarkan survei yang dilakukan pada bulan November 2024, nilai IMK mencapai level 77,0, sedikit menurun dari bulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada Indeks Waktu Menabung (IWM), sebesar 1,9 poin dari bulan sebelumnya ke level 81,5. Banyak responden yang masih berpandangan bahwa saat ini maupun tiga bulan mendatang merupakan waktu yang tepat untuk menabung.

Sementara itu, Indeks Intensitas Menabung (IIM) sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,6 poin dari bulan sebelumnya ke level 72,4 pada bulan November 2024. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah responden yang menyatakan sering menabung, meskipun banyak pula responden yang menilai bahwa jumlah yang ditabung lebih kecil dari yang direncanakan. 

LPS juga mencatat, simpanan dengan nominal lebih kecil memiliki porsi yang rendah dalam total distribusi. Simpanan dengan nominal di bawah Rp 100 juta hanya menyumbang Rp 1,07 triliun atau 12,13% dari total simpanan. 

Baca Juga: Ditopang Pendapatan Bunga, Laba Bank Mandiri Tumbuh 4,67% per November 2024

Meskipun jumlah nasabah di kategori ini diperkirakan besar, kontribusi mereka terhadap total simpanan relatif kecil dibandingkan dengan kelompok simpanan bernilai besar. 

Adapun, simpanan di bawah Rp 100 juta terdapat 593,26 juta rekening per Oktober 2024, dan merupakan jumlah rekening terbanyak.

Dalam dua tahun terakhir pertumbuhan DPK perbankan memang sulit tumbuh double digit. Hal ini menurut Ekonom BCA David Sumual karena memang harga komoditas kecenderungannya melambat.

"Ya baru terakhir ini saja memasuki bulan Desember itu harga komoditas CPO, coklat sama kopi yang meningkat, yang lain kan termasuk mineral itu kecenderungannya turun. Nah itu mempengaruhi legitimasi," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (23/12).

Selain itu DPK juga sulit tumbuh double digit karena belanja pemerintah, kredit, dan banyak dana yang diserap juga oleh Bank Indonesia melalui berbagai instrumen, terutama SRBI.

"Jadi SRBI itu kan juga spendingnya sudah hampir Rp 1000 triliun. Nah itu juga mempengaruhi juga kondisi legitimitasi dan juga berpengaruh ke dana pihak ketiga juga sebenarnya," tambahnya.

David menjelaskan, kenaikan PPN 12% bisa menjadi tantangan dalam menghimpunan DPK. Selama ini kenaikan dari 10% ke 11% saja disebut David berpengaruh ke aktivitas ekonomi, jika harga-harga naik itu akan berpengaruh kepada perilaku masyarakat dalam membelanjakan uang.

Selain itu, dengan berbagai tantangan ekonomi, pertumbuhan DPK dalam waktu dekat disebut David belum bisa tumbuh double digit, karena kombinasi faktor-faktor tersebut kelihatannya belum banyak berubah.

"Kita lihat saja kalau misalnya harga komoditas lebih baik ke depan, lalu tingkat investasi membaik, ini harapannya kan bisa membantu juga kecepatan peredaran uang," katanya.

"Sementara ini kan masyarakat masih lebih suka menyimpan dananya ya dibandingkan untuk berbelanja. Karena kalau orang belanja, investasi itu uangnya kan berpindah atau berputar cepat gitu ya, nah itu yang nanti bisa pengaruh ke DPK juga, tapi dalam waktu dekat kelihatannya masih single digit kelihatannya," sambungnya.

Baca Juga: Bauran Kebijakan Mendorong Pertumbuhan

David menerangkan, naik turunnya pertumbuhan DPK seiring dengan pertumbuhan PDB nominal, mulai dari kuartal I sampai sekarang pertumbuhan PDB nominal disebut David terus membaik, sudah sekitar 6%-8%, sama dengan pertumbuhan DPK yang kurang lebih kisarannya seperti itu.

Pada 2025 David pun memperkirakan pertumbuhan DPK perbankan ada pada kisaran 7%-9%. Salah satu pendorongnya ada pada perbaikan harga komoditas, ia juga berharap pada realisasi investasi, dan percepatan belanja pemerintah terutama yang bisa memberikan multiplier yang lebih kuat di semester I tahun depan.

Ekonom Celios, Bhima Yudhistira juga menilai, perlambatan pertumbuhan DPK yang tidak sampai double digit, salah satunya karena disposable income masyarakat yang menurun secara signifikan menyebabkan DPK turun.

"Tapi dari sisi deposan kakap juga terpengaruh laba beberapa sektor seperti komoditas yang trennya melambat. Begitu harga komoditas turun maka langsung tercermin di laju DPK," ucapnya.

Ia pun memproyeksikan pertumbuhan DPK bank tahun 2025 berada di kisaran 5%-6,5% yoy. Menurutnya, perebutan likuiditas antara pemerintah dengan perbankan karena besarnya kebutuhan pembiayaan APBN tahun 2025 akan menurunkan simpanan di bank. Selain itu, banyaknya tarif dan pungutan baru juga berpengaruh ke jumlah saldo masyarakat.

"Kan lapangan kerja terbatas, pajak makin mengambil porsi yang besar dari sisi disposable income dan ini berimbas ke fenomena makan tabungan yang berlanjut di tahun depan," ujarnya.

Sementara tren bunga simpanan disebut Bhima masih akan cukup tinggi untuk menjaga apetite deposan agar menaruh uangnya di bank. "Tetapi spread bunga simpanan dengan bunga SBN masih akan lebar apalagi imbal hasil SBN tenor 10 tahun di atas 7%," katanya.

Sejumlah perbankan seperti PT Bank bjb juga mengakui, berbagai tantangan seperti kenaikan PPN 12% bisa berdampak pada penghimpunan DPK, karena alokasi untuk konsumsi masyarakat akan menjadi relatif lebih besar, dan alokasi dana yang biasa disimpan di tabungan akan berkurang.

"Namun demikian besar kecil nya dampak tersebut kami pun masih mengamati perkembangannya. Salah satu antisipasinya adalah dengan menggaet lebih banyak nasabah prioritas yang tidak terdampak, juga mencari sumber-sumber alternatif pendanaan seperti penerbitan surat berharga untuk menjaga likuiditas bank," ungkap Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank bjb.

Yuddy menerangkan, untuk DPK tahun depan pada prinsip nya bank bjb mengimbangi pertumbuhan kredit yang ada dengan deposito mix yang dijaga untuk meminimalisir tekanan biaya dana, rasio LDR bjb diproyeksikan dapat dijaga pada level 85%-92% sehingga pertumbuhan DPK akan disesuaikan untuk LDR pada level tersebut. Adapun untuk pertumbuhan kredit di proyeksikan pada level 7%-8%. 

Adapun Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, kenaikan PPN bisa mengurangi daya beli, dan kredit akan cenderung turun.

"DPK tahun depan ditargetkan bisa tumbuh 5%-7%. Untuk tren bunga simpanannya cenderung naik seiring yield SBN. Adapun hingga akhir tahun DPK diperkirakan tumbuh sekitar 6%-7%," ucapnya.

Sementara Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan bilang, kenaikan PPN mungkin akan mendorong kenaikan harga yang harus dibayar masyarakat sehingga ada kekhawatiran berpengaruh terhadap likuiditas untuk tabungan.

"DPK di diharapkan tahun ini tumbuh di sekitar 7%-8% dan di harapkan sama di tahun depan dengan fokus ke CASA operating acct, UKM, & korporasi, merchant, cash management & payroll," ujarnya.

Selanjutnya: Great Eastern Raup Premi Asuransi Properti Rp 417 Miliar per November 2024

Menarik Dibaca: Toyota Yaris Cross HEV Meraih Penghargaan Most Worthy Car di Uzone Choice Award 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi