KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini akan menjadi tahun terakhir berlakunya tarif PPN sebesar 11%. Mulai tahun 2025, semestinya tarif PPN akan naik menjadi 12%. Kenaikan itu sudah diatur dalam Undang-undang PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentan harmonisasi peraturan perpajakan yang disahkan pada 29 Oktober 2021. Menghadapi kenaikan PPN ke dopan, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah untuk mengambil keputusan yang adil khususnya terkait rencana kenaikan cukai 2025. Jika kenaikan PPN dilakukan berbarengan dengan kenaikan cukai maka akan menjadi pukulan berat bagi pengusaha, konsumen, dan pelaku industri termasuk para pekerja dan petani tembakau. Dua hal itu sangat menentukan nasib semua pihak yang memiliki mata pencaharian industri hasil tembakau (IHT).
“Ketika industri rokok turun maka ada dua dampak yang akan dirasakan. Pertama akan terjadi PHK yang dampaknya adanya pengangguran dan kondisi ekonominya pun semakin susah. Kedua tentunya produksi tembakau para petani akan sulit terserap,” kata Wakil Ketua Umum IV APTI Samukrah dalam keterangan resminya, Selasa (4/6).
Baca Juga: Tak Hanya Cukai Tinggi, Struktur Tarif Dinilai Bisa Picu Pergeseran Konsumsi Rokok Ia bilang, dta populasi sejumlah pabrik rokok semakin tergerus. Jika pada 2019 masih terdapat sebanya 4.700 lebih pabrik, pada 2021 hanya 1.000-an. Dampak yang lebih terasa pada pabrik golongan tier1 sebagai penyumbang 86% cukai yang saat ini hanya tersisa 4 dari sebelumnya 7 pabrik. Oleh karena itu, Samukrah meminta kepada Pemerintah agar tarif cukai rokok tidak dinaikkan setiap tahunnya. “Saat ini kita tidak bisa spesifik menyebut hanya IHT yang akan terdampak kenaikan cukai, namun juga bagi seluruh ekosistem tembakau, yang artinya ketika salah satu pihak didalamnya dirugikan maka juga akan berdampak terhadap semua yang ada dalam rantai eksosistem tersebut,” tuturnya. Sementara itu, Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS sebelumnya mengatakan keberlangsungan tenaga kerja sangat bergantung terhadap sikap pemerintah yang bertanggung jawab atas kewenangannya. Termasuk mengantisipasi kenaikan cukai di tahun 2025 sesuai realitas, situasi, dan kondisi dalam negeri dan ketenagakerjaan saat ini.
Baca Juga: Konsumsi Rokok Murah Meningkat, Pemerintah Diminta Optimalisasi Struktur Tarif Cukai Sudarto menyebut, terdapat 147.000 pekerja tembakau yang tergabung di RTMM yang akan terdampak apabila penerapan regulasi semakin ketat mulai dari kebijakan cukai hingga aturan RPP Kesehatan yang akan disahkan. Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menjelaskan jika Cukai Hasil Tembakau (CHT) tetap dinaikkan sudah pasti target penerimaan cukai tidak akan tercapai kembali. Lantaran kondisi tersebut tidak terbukti efektif mengurangi perokok, namun membuka peluang masyarakat beralih ke harga rokok yang lebih terjangkau, termasuk membeli rokok ilegal.
“Tahun lalu saja jelas penerimaan cukai rokok ini tidak tercapai. Jadi seharusnya Pemerintah konsisten saja dengan sistem tersebut sehingga cukai rokok tidak perlu dinaikkan kembali,” ujarnya. Ia juga meminta agar juga pemerintah mengambil sikap yang lebih bijak dengan melakukan peningkatan pengawasan atas konsumsi rokok untuk menekan angka prevalensi, yang merupakan target pemerintah, serta melakukan penegakan hukum terhadap rokok ilegal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk