Prabowo Serukan Genjatan Senjata Rusia-Ukraina, RI Siap Kirimkan Pasukan Perdamaian



Prabowo Subianto berharap konflik Rusia Ukraina berakhir, Indonesia siap mengirim Pasukan Perdamaian - Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto menyerukan agar segera dilakukannya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. 

Bahkan ia menyatakan Indonesia siap untuk mengirimkan pasukan perdamaian guna mendukung diakhirinya perang di Eropa Timur yang sudah menyebabkan kerusakan yang luar biasa dan banyak rakyat sipil yang menjadi korban.

Prabowo menyampaikan pandangannya ini saat menjadi panelis pada pembahasan “Resolving Regional Tensions” di Pertemuan Shangri-La Dialogue di Singapura, Sabtu (3/6). 


Asia Security Summit ke-20 dibuka Jumat dengan menampilkan pembicara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese sebagai pembicara kunci.

Menurut Prabowo, perang di Eropa Timur yang sudah berlangsung lebih satu tahun  berdampak kepada kehidupan di seluruh dunia. Padahal tantangan yang dihadapi dunia semakin berat termasuk masih terus bermutasinya virus Covid-19.

Untuk mencegah semakin memburuknya keadaan termasuk kerusakan yang lebih masif di Ukraina dan Rusia, serta makin banyaknya korban jiwa, Prabowo mengusulkan ada deklarasi yang dihasilkan dari Pertemuan Shangri-La Dialogue di Singapura. 

“Pertama yang harus kita lakukan adalah meminta Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata,” tegas Menhan Prabowo.

Langkah kedua, meminta kedua belah pihak mundur 15 km dari titik gencatan senjata sekarang ini. 

“Ketiga, meminta Persatuan Bangsa-Bangsa untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian dan menempatkan di wilayah demiliterisasi sekarang ini. Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi,” usul Prabowo.

Prabowo berharap usulan penghentian perang ini disetujui oleh semua negara. “Saya memutuskan bahwa Indonesia akan menjadi negara pertama yang ikut menjadi pasukan penjaga perdamaian,” tegas Menhan.

Perwakilan Tinggi dan Wakil Presiden Komisi Eropa Josep Borrell Fontelles, yang menjadi panelis bersama Prabowo, mengakui biaya yang harus ditanggung Uni Eropa untuk perang di Ukraina sangat besar. 

"Bantuan militer yang diberikan Uni Eropa kepada Ukraina nilai sekitar US$ 40 miliar AS. Kalau ditambah dengan latihan untuk pasukan Ukraina nilai bantuan yang diberikan bisa mencapai US$ 60 miliar dollar AS. Tetapi kalau dihitung dengan biaya hidup karena inflasi yang tinggi, nilai bantuan yang dikeluarkan UE bisa mencapai US$ 700 miliar ,” jelas Borrell.          Ia sependapat bahwa perdamaian di Ukraina sangatlah penting dan mendesak. Hanya saja pertanyaannya bagaimana mencapai perdamaian itu.

“Ukraina bukanlah anggota EU, hanya teman UE. Tetapi UE merasa harus membantu karena tidak ingin agresi yang dilakukan Rusia terus terjadi. EU tidak mau Ukraina kemudian menjadi seperti Crimea,” ujar Borrell.

          Usulan Prabowo yang di luar perkiraan para peserta sempat menimbulkan pertanyaan. Mereka mengkhawatirkan usulan ini menjadi pembenaran terhadap agresi yang dilakukan Rusia.

“Saya tidak mengatakan benar atau salah. Posisi Indonesia dalam agresi terhadap Ukraina jelas menentang. Yang sampaikan adalah jalan keluar. PBB harus mengambil sikap untuk menyelesaikan perang ini agar tidak berlarut-larut dan menyulitkan kehidupan di seluruh dunia,” tegas Prabowo.

Cara penyelesaian dengan membuat demiliterisasi bukan pertama dilakukan. Menurut Menhan, PBB pernah melakukan itu dalam perang di Korea, kemudian di Vietnam, dan juga di Afrika.

Perlu dialog

Pada kesempatan sebelumnya tentang kepemimpinan AS di Indo Pacific, Menhan AS Lloyd Austin menegaskan, AS tidak menginginkan terjadinya konflik. 

Kebijakan AS di Indo Pacific lebih ditujukan untuk menciptakan perdamaian, kestabilan, dan kesejahteraan.           Menteri Austin menambahkan, pihaknya akan terus melakukan dialog dengan semua pihak untuk menciptakan dunia yang damai, aman, dan sejahtera. “Kalau tidak ada komunikasi maka akan mudah terjadi salah pengertian dan paling ditakutkan salah dalam mengambil keputusan,” ujar Menhan AS.

Austin menyayangkan sikap China yang tidak mau membangun komunikasi dengan AS. Menhan China Li Shangfu menolak permintaan pertemuan Menteri Austin di acara Shangri-La Dialogue.          “Semoga ini hanya penolakan yang sesaat. Kemudian akan ada komunikasi yang dibangun dengan pejabat militer China,” harap Austin.

Shangri-La Dialogue akan berakhir Minggu (4/6). Menhan China Li Shangfu akan mendapat giliran bicara pada hari terakhir. 

Editor: Syamsul Azhar