KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) terus berupaya memberantas peredaran pelumas palsu yang dapat merugikan produsen maupun konsumen kendaraan. Sepanjang tahun 2023 berjalan, telah terjadi dua kasus penjualan pelumas palsu yang telah diungkap ke publik. Pada pertengahan Juni lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kepolisian menggerebek pabrik pelumas palsu di Tangerang, Banten. Dalam penindakan ini, terdapat 1.153 drum dan 196.734 botol pelumas bekas dengan nilai Rp 16,5 miliar yang disita. Berlanjut pada Mei 2023, Bareskrim Polri menggerebek gudang produksi pelumas palsu di Gresik dan Sidoarjo, Jawa Timur. Kepolisian menyita 19 mesin berbagai jenis untuk keperluan produksi, 150 sticker label kemasan, 2.500 kardus bertuliskan kemasan pelumas ternama, dan 2 unit mobil pengangkut hasil produksi.
Ketua Umum Aspelindo Sigit Pranowo mengaku, praktik produksi dan penjualan pelumas palsu sebenarnya sudah terjadi cukup lama dan termasuk masalah yang kompleks. Aspelindo sendiri sampai saat ini belum memiliki data yang pasti terkait jumlah produksi dan penjualan pelumas palsu di Indonesia, termasuk nilai kerugian akibat praktik bisnis tersebut.
Baca Juga: Pertamina Lubricants Bagikan 3 Tips Memilih Oli Mobil Sesuai Kebutuhan Mesin Yang pasti, produk pelumas yang rentan dipalsukan adalah pelumas otomotif. Umumnya, pelumas palsu kerap didistribusikan di daerah pinggiran atau rural, terutama di luar Pulau Jawa. Namun, bukan berarti tidak ada pelumas palsu yang beredar di Pulau Jawa. Peredaran pelumas palsu pun cenderung tidak merata. Bisa saja, ada kota tertentu yang cukup marak transaksi jual-beli pelumas palsu, namun tiba-tiba berkurang setelah ada penindakan dari pihak berwajib. Ini mengingat para penjual pelumas palsu mengalihkan bisnisnya ke tempat yang dirasa lebih aman. "Ini yang membuat data penjualan pelumas palsu sulit terlacak, karena pola konsumsinya bisa berubah-ubah di suatu tempat," ungkap Sigit kepada awak media, Kamis (24/8). Pelaku pemalsuan pelumas sendiri ada yang menjalankan bisnisnya dalam skala rumah tangga (home industry). Ada pula pelaku yang berbisnis pelumas palsu dalam skala industri besar, di mana mereka memiliki kemampuan untuk blending, produksi kemasan, hingga distribusi. Dari sisi rupa, pelumas palsu biasanya memiliki ciri merek, kemasan, label yang identik dengan aslinya. Selain itu, isi pelumas palsu memiliki tingkat kekentalan dan warna yang mirip dengan pelumas asli. Belum cukup, pelumas palsu biasanya tidak mengandung zat aditif ketika diuji di laboratorium. Selain menggencarkan edukasi kepada para konsumen dan pihak bengkel, para produsen pelumas juga terus berinovasi menciptakan produk pelumas dengan teknologi dan kemasan yang benar-benar sulit untuk diduplikasi. Walau begitu, Aspelindo tetap berharap peran serta pemerintah dan kepolisian dalam mengawasi dan memberantas praktik bisnis pelumas palsu. "Sebab, para pelaku pelumas palsu pun juga ikut berinovasi. Mereka cukup update dengan perkembangan pasar, sehingga pengawasan harus diperkuat," jelas Sigit. Dalam acara yang sama, Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif UMKM Indonesia (PBOIN) Hermas Efendi Prabowo berharap para pengusaha bengkel turut dilibatkan lebih banyak dalam memberantas peredaran pelumas palsu. Terlebih lagi, jumlah bengkel UMKM ada sekitar 400.000 unit dengan jumlah tenaga kerja mencapai 2 juta orang di Indonesia. Bengkel-bengkel UMKM rentan jadi sasaran distribusi pelumas palsu karena pengetahuan sebagian sumber daya manusia yang mengelola bengkel tersebut terhadap kualitas pelumas tampak masih terbatas.
Baca Juga: Aspelindo Optimistis Kebutuhan Pelumas Tetap Tinggi dalam Beberapa Tahun Mendatang Belum lagi, sebagian konsumen biasanya terpikat dengan pelumas palsu karena iming-iming harga jual yang lebih murah dibandingkan pelumas original. Padahal, pelumas palsu dapat menimbulkan risiko kerusakan mesin kendaraan di kemudian hari yang efeknya akan membuat konsumen harus merogoh kocek lebih banyak demi memperbaiki kendaraannya. "Kami sebagai pengusaha bengkel juga bisa jadi korban, karena orang jadi tidak percaya kepada kami jika terbukti ada pelumas palsu," ujarnya.
Bareskrim Polri Kasubdit 1 Kombes Pol Indra Lutrianto Amstono menyatakan, pihaknya terbuka dengan opsi membentuk gugus tugas (task force) untuk memberantas kasus bisnis pelumas palsu yang seolah-olah mati satu tumbuh seribu. Selama ini, pengungkapan praktik bisnis pelumas palsu dilakukan pihak kepolisian berdasarkan delik aduan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penegak hukum dalam memberantas peredaran pelumas palsu. "Selama ini, kami bekerja berdasarkan laporan pengaduan. Namun, kami ingin kerja sama dengan produsen maupun lembaga perlindungan konsumen untuk mengungkap berbagai jaringan tindak pidana ini," pungkas Indra. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .