Praktik sadap Presiden SBY dinilai tak etis



JAKARTA. Praktik sadap-menyadap antar negara dinilai lazim dilakukan oleh intelijen di negara mana pun. Namun, penyadapan terhadap kepala negara atau kepala pemerintah tetap dinilai sebagai tindakan yang tidak etis."Banyak negara lain juga demikian, jadi tidak perlu ditanggapi berlebihan. Terkait posisi kita yang disadap, dari segi etika hubungan antar negara ini tentunya tidak etis apalagi kepala negara," ucap Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Kompleks Parlemen, Senin (29/7).Jika kabar penyadapan itu benar, lanjut Pramono, Indonesia bisa memberikan catatan kepada Kementerian Luar Negeri dari negara penyadap. Namun, politisi PDI Perjuangan ini membantah penyadapan dilakukan karena lemahnya teknologi yang dimiliki Indonesia."Penyadapan ini pasti dengan alat teknologi yang tinggi. Saya tidak melihat kelemahan," ucapnya.Pramono mengungkapkan, presiden memang tidak diperkenankan masuk dengan alat-alat perlindungan saat memasuki negara lain. Namun, hal ini tak membuat privasi kepala negara juga pantas untuk disadap."Saya melihat di hubungan internasional, semua negara punya privasi masing-masing terkait presiden karena presiden ini kepala negara dan kepala pemerintahan. Jadi perlu dihormati," ucap Pramono.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan diberitakan disadap oleh agen intelijen Inggris saat menghadiri pertemuan puncak G-20 di London pada 2009. Sebagaimana dilaporkan oleh Sydney Morning Herald, Jumat (26/7), Perdana Menteri Australia Kevin Rudd disebut memperoleh keuntungan atas kegiatan mata-mata itu. (Sabrina Asril/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie