JAKARTA. Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum dapat memastikan apakah akan menurunkan tarif angkutan umum pasca penurunan harga BBM jenis premium dan solar per 1 Januari kemarin. Harga premium per liternya menjadi Rp 7.600 dari sebelumnya Rp 8.500. Sedangkan harga solar per liternya menjadi Rp 7.250 dari sebelumnya Rp 7.500. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan Dishub, penurunan harga BBM hanya menyebabkan penurunan tarif angkutan umum sebesar Rp 100-150. "Kita akan rapat dulu dengan Organda. Karena dari hitung-hitungan yang kita lakukan, penurunan tarifnya kecil sekali. Hanya Rp 100-150," kata Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan Emmanuel Kristianto kepada Kompas.com, Jumat (2/1). Menurut Emmanuel, naik atau tidaknya tarif angkutan umum biasanya tidak dipengaruhi semata-mata karena harga BBM. Sebab, faktor dominan justru berasal dari harga suku cadang di pasaran. Harga suku cadang, kata dia, terkadang ikut naik saat harga BBM naik, tetapi tidak turun saat harga BBM turun. "Sekarang harga suku cadang sudah terlanjur naik, dan susah untuk turun," ucap dia. Sebelumnya, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan bahwa penurunan harga BBM jenis premium dan solar tidak akan berdampak terhadap penurunan tarif angkutan umum. Penyebabnya, harga kebutuhan pokok maupun biaya operasional kendaraan telah terlanjur naik pasca kenaikan BBM jenis tersebut akhir November lalu. "Kenaikan tarif angkutan itu kan bukan karena harga BBM, tetapi dampak dari kenaikannya. Ketika BBM naik, harga kebutuhan pokok sehari-hari ikut naik. Biaya operasional kendaraan, seperti suku cadang dan ban juga ikut naik. Saat harga BBM turun, apakah itu semua akan ikut turun? Tidak kan," ucap dia. Tidak hanya itu, Shafruhan menilai tingkat penurunan harga BBM jenis premium dan solar tidak terlalu signifikan. Sehingga akan sulit dijadikan patokan untuk menentukan tarif baru angkutan umum. Menurut dia, penentuan tarif pasca penurunan BBM justru akan mempersulit transaksi di lapangan. "Sebelum BBM naik, tarif rata-rata angkutan umum Rp 3000. Setelah itu jadi Rp 4000. Setelah BBM turun, masa iya tarifnya jadi Rp 3800. Jadi kenaikan tarif itu kan sebenarnya juga untuk mempermudah transaksi," kata Shafruhan. (Alsadad Rudi) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Premium turun Rp 900, tarif angkutan turun Rp 100
JAKARTA. Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum dapat memastikan apakah akan menurunkan tarif angkutan umum pasca penurunan harga BBM jenis premium dan solar per 1 Januari kemarin. Harga premium per liternya menjadi Rp 7.600 dari sebelumnya Rp 8.500. Sedangkan harga solar per liternya menjadi Rp 7.250 dari sebelumnya Rp 7.500. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan Dishub, penurunan harga BBM hanya menyebabkan penurunan tarif angkutan umum sebesar Rp 100-150. "Kita akan rapat dulu dengan Organda. Karena dari hitung-hitungan yang kita lakukan, penurunan tarifnya kecil sekali. Hanya Rp 100-150," kata Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan Emmanuel Kristianto kepada Kompas.com, Jumat (2/1). Menurut Emmanuel, naik atau tidaknya tarif angkutan umum biasanya tidak dipengaruhi semata-mata karena harga BBM. Sebab, faktor dominan justru berasal dari harga suku cadang di pasaran. Harga suku cadang, kata dia, terkadang ikut naik saat harga BBM naik, tetapi tidak turun saat harga BBM turun. "Sekarang harga suku cadang sudah terlanjur naik, dan susah untuk turun," ucap dia. Sebelumnya, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan bahwa penurunan harga BBM jenis premium dan solar tidak akan berdampak terhadap penurunan tarif angkutan umum. Penyebabnya, harga kebutuhan pokok maupun biaya operasional kendaraan telah terlanjur naik pasca kenaikan BBM jenis tersebut akhir November lalu. "Kenaikan tarif angkutan itu kan bukan karena harga BBM, tetapi dampak dari kenaikannya. Ketika BBM naik, harga kebutuhan pokok sehari-hari ikut naik. Biaya operasional kendaraan, seperti suku cadang dan ban juga ikut naik. Saat harga BBM turun, apakah itu semua akan ikut turun? Tidak kan," ucap dia. Tidak hanya itu, Shafruhan menilai tingkat penurunan harga BBM jenis premium dan solar tidak terlalu signifikan. Sehingga akan sulit dijadikan patokan untuk menentukan tarif baru angkutan umum. Menurut dia, penentuan tarif pasca penurunan BBM justru akan mempersulit transaksi di lapangan. "Sebelum BBM naik, tarif rata-rata angkutan umum Rp 3000. Setelah itu jadi Rp 4000. Setelah BBM turun, masa iya tarifnya jadi Rp 3800. Jadi kenaikan tarif itu kan sebenarnya juga untuk mempermudah transaksi," kata Shafruhan. (Alsadad Rudi) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News