Presiden harus jelaskan soal 2 versi Perppu MK



JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta menjelaskan keberadaan dua versi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK). Hal ini dinilai dapat menimbulkan kebingungan. Demikian disampaikan Robikin Emhas, salah satu pengacara dalam Forum Pengacara Konstitusi, yang menggugat Perppu MK, hari ini (Rabu, 23/10/2013). "Presiden harus klarifikasi soal adanya dua versi Perppu MK ini, yang mana yang benar?" kata Robikin saat menyampaikan permohonan gugatannya. Akibat dua versi perppu yang berbeda, Robikin kebingungan saat akan menyampaikan permohonan gugatannya. Mereka bingung perppu versi yang mana yang akan mereka masukkan ke dalam gugatan. "Akhirnya kami lampirkan saja dua-duanya," kata Robikin. Hal serupa disampaikan Anggota Forum Pengacara Konstitusi lainnya, Andi M Asru. Menurutnya, pemerintah harus bertanggung jawab atas beredarnya dua versi perppu. Dia sangat menyayangkan pengajuan permohonan gugatannya membuat MK bingung karena keberadaan dua versi perppu. Oleh karena itu, Andi berharap pemerintah dapat menjelaskan persoalan ini sebelum tuntutan mereka diproses dalam persidangan nanti. Seperti diberitakan, salinan perppu yang diperoleh MK memang berbeda dengan Perppu yang diperoleh wartawan dari Wakil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenhuk dan HAM) Denny Indrayana. Perppu MK versi Denny, pada poin menimbang hurub b, berbunyi: “Bahwa untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia, serta untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar, akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi, perlu dilakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.” Namun pada Perppu yang diterima MK, tidak terdapat kalimat “ akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian yang tercela dari hakim konstitusi”. (Ihsanuddin/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan