KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan merespon polemik aturan baru pencairan jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan / BP Jamsostek. Jokowi instruksikan jajarannya merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 22 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT. Jokowi memanggil Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengenai polemik kebijakan tata cara pembayaran manfaat jaminan hari tua (JHT) yang ada di publik. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden Jokowi terus mengikuti aspirasi para pekerja dan memahami keberatan daripada pekerja terhadap Permenaker Nomor 22 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT.
"Tadi pagi Bapak Presiden sudah memanggil Pak Menko Perekonomian dan Ibu Menteri Tenaga Kerja dan Bapak Presiden sudah memerintahkan agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT itu disederhanakan, dipermudah. Agar dana JHT itu bisa diambil oleh individu pekerja yang sedang mengalami masa-masa sulit sekarang ini terutama yang sedang menghadapi PHK," jelas Pratikno dalam Kanal YouTube Kementerian Sekretariat Negara RI, Senin (21/2). Nantinya, detil bagaimana pengaturannya akan diatur lebih lanjut di dalam revisi Permenaker atau regulasi yang lainnya.
Baca Juga: Menaker Pastikan JHT Bisa Dicairkan Sebelum Usia 56 Tahun, Simak Cara & Syaratnya Pratikno menegaskan, presiden juga mengajak para pekerja untuk mendukung situasi yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing dalam mengundang investasi. "Ini penting sekali dalam rangka membuka lebih banyak lapangan kerja yang berkualitas," ujarnya. Diberitakan sebelumnya, Permenaker Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT merugikan pekerja. Permenaker Nomor 22 Tahun 2022 menyebutkan pencairan JHT dilakukan setelah pekerja pensiun atau usia 56 tahun. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan bahwa Permenaker 2/2022 merupakan hasil pokok-pokok pikiran Badan Pekerja Lembaga Tripartit Nasional pada 18 November 2021, dengan agenda pembahasan mengenai perubahan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. "Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari forum itu adalah mengembalikan filosofi penyelenggaraan Program JHT sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang bersangkutan tidak produktif lagi, yaitu ketika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia," katanya. Selain itu, ia menambahkan, Permenaker ini juga lahir dari hasil kajian DJSN yang meminta pemerintah perlu membuat dan menetapkan kebijakan yang mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Namun demikian, katanya, meskipun JHT bertujuan untuk perlindungan di hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU Nomor 40 Tahun 2004 jo PP Nomor 46 Tahun 2015 memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya. "Berdasarkan PP 46/2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila peserta telah mempunyai masa kepesertaan paling sedikit 10 tahun dalam program JHT," ucapnya. Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu maksimal 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau maksimal 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto