Presiden minta hambatan perdagangan Indonesia-Turki segera diselesaikan



JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta agar masalah hambatan (barrier) perdagangan antara Indonesia-Turki dapat diselesaikan. "Mungkin ada hambatan atau masalah baik yang ada di Turki ataupun Indonesia. Yang disebut dengan barrier. Tapi melalui semangat untuk mendapatkan benefit maka kita meminta menyelesaikan semuanya itu secara tepat,” ujar Presiden SBY dalam konferensi pers, Selasa (5/4). Presiden SBY berharap dengan penyelesaian yang tepat terhadap hambatan perdagangan dapat meningkatkan volume perdagangan. Indonesia sendiri menargetkan pada 2014 volume perdagangan Turki mencapai US$ 5 miliar. Dalam pembicaraan bilateral kedua Kepala Negara, Presiden SBY mengaku sebatas membicarakan hal-hal yang sifatnya basic policy. Sementara untuk hal detailnya akan dibicarakan pada tingkat menteri dan pejabat eselon lainnya. “Kita meminta ini supaya bisa dikelola sehingga dapat diselesaikan masalah yang ada,” ujarnya. Sebelumnya para pengusaha di Indonesia mengeluhkan soal pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) dan safeguard untuk 58 produk industri asal Indonesia yang dikenakan Turki. Forum Komunikasi Asosiasi Industri Nasional pun akhirnya mengajukan surat permintaan kepada Presiden SBY untuk membahas persoalan ini. Dari 58 HS nomor produk Indonesia yang telah dikenakan BMAD dan safeguard di antaranya polyethylene terephthalate (PET) terkena BMAD 10,94% hingga 11,69 persen, polyester synthetic staple terkena BMAD 6,2 % hingga 12 %, pakaian jadi atau apparels dikenakan safeguard, dan tepung terigu dikenakan BMAD 18 %. Perihal ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengungkapkan masalah antidumping atau safeguard itu ada prosesnya dalam WTO. Di mana tiap negara harus melakukan proses investigasi. “Kalau kita merasa tidak sesuai tentu melakukan protes dan dilakukan melalui proses teknis yang sudah disetujui. Itu akan dibahas dan dievaluasi di level menteri,” katanya. Mari Elka pun kembali menegaskan bahwa keluhan para pengusaha tidak dapat secara serta merta dikabulkan. Artinya harus ada evaluasi dan proses yang dilalui antara kedua negara. “Jadi bagaimana menyelesaikan perselisihan perdagangan itu ada prosesnya. Kita tetap patuh pada proses itu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.