Presiden tak dianggap intervensi hentikan kasus BW



JAKARTA. Anggota Komunitas Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) Betty Alisijahbana mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan dianggap mengintervensi hukum jika mendorong penghentian kasus yang menjerat Bambang Widjojanto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif.

"Ingat, Kejaksaan Agung itu eksekutif juga loh. Artinya, jika masih berada di Kejaksaan Agung ya itu masih wewenang Presiden karena sama-sama eksekutif," ujar Betty di Sekretariat Indonesia Corruption Watch (ICW), Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Senin (12/10).

"Bisa dibilang intervensi (hukum) itu kalau (berkas perkara) itu sudah ada di pengadilan negeri, lalu Presiden minta dihentikan. Itu baru intervensi namanya. Karena hakim itu kan independen," lanjut dia.


Apalagi, menurut anggota panitia seleksi capim KPK itu, penghentian kasus semacam itu pernah terjadi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Kejaksaan Agung mengeluarkan deponering terhadap kasus yang menjerat Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Peristiwa itu dikenal 'Cicak versus Buaya'.

PIA telah menyurati Presiden, Senin ini. PIA berharap Presiden mendorong Jaksa Agung untuk menghentikan perkara Bambang sebelum masuk ke pengadilan. Betty yang sempat aktif berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo saat masih aktif sebagai Pansel KPK. Namun, topik komunikasi bukan soal penghintaan kasus Bambang. Melainkan hanya berdiskusi soal pemberantasan korupsi di Indonesia di masa yang akan datang.

"Kita lebih membahas ke depan, bagaimana seorang pimpinan KPK bisa melaksanakan tugas dengan baik. Karena kalau dihantui hal-hal semacam ini, pimpinan KPK kurang efektif dalam menjalankan tugas," ujar Betty. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia