KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis energi dan pangan telah menyulut inflasi di berbagai belahan dunia. Bank sentral global mengeluarkan jurus mengerek suku bunga acuan. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) menjadi pemimpin kenaikan suku bunga itu. Kenaikan bunga The Fed membuat dollar AS perkasa dibandingkan mata uang negara lain. Akibat kenaikan itu, risiko keuangan moneter global semakin tertekan. Terutama beban utang negara miskin dan berkembang. Di saat seperti ini, penguatan jaring pengaman keuangan global atau global financial safety net semakin krusial. Apalagi ancaman resesi semakin terlihat
Indonesia yang berperan sebagai Presidensi G20 bisa memainkan peran untuk menuangkan kembali fungsi jaring pengaman ini. Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah menyatakan global financial safety net sebenarnya merupakan fungsi dari Dana Moneter Internasional (IMF) dalam membantu negara yang kesulitan keuangan. Piter menyebut, global financial safety net mencakup kelembagaan dan mekanisme dalam menghadapi kondisi krisis dan sumber keuangan untuk membiayainya. Piter menila, G20 bisa menjadi salah satu forum untuk mengangkat isu tersebut. Terutama dalam kondisi global saat ini tengah terjadi banyak negara yang diperkirakan akan menghadapi permasalahan keuangan dan fiskal termasuk gagal bayar utang. “Indonesia sebagai Presidensi G20 bisa memainkan perannya mendorong terbentuknya global financial safety net. Meskipun Indonesia memiliki kondisi keuangan yang relatif kuat dengan utang indonesia relatif kecil dan aman,” papar Piter kepada Kontan.co.id, Selasa (18/10). Ia melihat Indonesia memiliki cadangan devisa yang cukup besar. Selain itu, pemerintah dan regulator sudah mengantongi banyak kerjasama dengan negara lain dalam bentuk bilateral swap. Ia menilai jaring pengaman untuk indonesia cukup memadai. Adapun Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan global financial safety net merupakan skema perlindungan finansial atau moneter secara global. Meskipun ini menjadi fungsi IMF sebagai lender of last resort, Bhima menilai harus ada kerja sama antar negara dan lembaga untuk memperkuat jaring pengaman ini. “Sebenarnya Indonesia memiliki global financial safety net. Salah satunya melalui kerjasama local currency settlement (LCS) untuk kurangi risiko dominasi dolar AS. Itu financial safety net yang harus dikembangkan,” kata Bhima kepada Kontan.co.id pada Selasa (18/10). Ia melihat forum G20 bisa menjadi momen memperluas kerangka kerja sama dengan mitra dagang yang penting bagi Indonesia. Selain itu, Indonesia sebagai Presidensi G2) juga dapat berperan aktif untuk membantu negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia untuk mengajukan debt service suspension initiative (DSSI) untuk membantu mengurangi beban utang. Adapun Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menyatakan, G20 telah sepakat untuk memperkuat global financial safety net. G20 juga mendorong Bank Pembangunan Multilateral atau Multilateral Development Banks (MDB) untuk memperkuat pembiayaan pembangunan guna mendukung pemulihan ekonomi. Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian global sedang menghadapi situasi yang berbahaya saat ini karena adanya tekanan utang bagi negara miskin dan juga negara berkembang. Untuk itu, negara-negara anggota G20 menyepakati untuk melanjutkan penanganan tekanan utang terhadap negara-negara yang kesulitan membayar. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan kerangka umum untuk bisa mengatasi masalah utang terlebih bagi negara miskin dan negara berkembang. Ani – sapaan Sri Mulyani menilai, perlu adanya jaring pengaman keuangan global, seperti melalui dukungan IMF Yakni bisa menggunakan opsi kebijakan special drawing rights (SDR) untuk negara miskin dan berkembang dalam mengurangi tekanan utang.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva mendorong China dan negara G20 lainnya untuk mempercepat langkah pengurangan utang bagi negara-negara yang berutang besar dan mulai kesulitan membayar. Dikutip dari Reuters, Georgieva telah berbicara dengan Presiden Joko Widodo , yang memegang jabatan Presidensi G20 tahun ini, selama pertemuan Kelompok Tujuh bulan lalu di Jerman dan mendesaknya untuk mendorong kesepakatan yang lebih besar terkait masalah utang tersebut sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin G20 pada November mendatang. Info terkini tentang G20 kunjungi
g20.org
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ridwal Prima Gozal