Priceza Indonesia: Mobil Jepang masih dominasi pasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Priceza Indonesia, sebagai mesin pencari belanja (shopping search engine) dan platform pembanding harga di Indonesia, baru-baru ini menemukan fakta bahwa merek mobil Jepang masih mendominasi pencarian terpopuler konsumen Indonesia ketika mencari mobil baru dan bekas.

Berdasarkan temuan Priceza yang dikumpulkan selama periode Januari-Desember 2017, urutan pertama, merek mobil baru yang paling banyak dicari adalah Toyota (26,5% dari total pencarian), dengan persentase nyaris dua kali lipat dibanding Honda (14,8%) dan Mitsubishi (14%) di urutan kedua dan ketiga.

Dominasi Toyota ini konsisten dengan angka penjualan yang dirilis Gaikindo, dengan pangsa pasar 34,4% (371.322 unit), diikuti Honda dan Daihatsu dengan masing-masing 17,3%.


Disamping merek, data yang dikumpulkan juga merinci daftar model mobil terfavorit yang paling banyakdicari. Selama periode waktu yang sama.

Honda Jazz berada di urutan teratas (31,9%), disusul oleh Toyota Avanza (23,9%) dan Honda HRV (16,8%). Adapun kembaran Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, berada di posisi empat (8%). Tepat di bawahnya ada Toyota Calya serta Honda Brio (6,2%), kemudian kembali diisi Toyota Vios (2,7%).

Dari daftar bisa terlihat bahwa enam dari tujuh besar model yang dicari adalah produk Toyota ataupun Honda dan diselingi oleh Daihatsu. Bahkan delapan dari 10 besar model mobil yang dicari adalah kombinasi Honda, Toyota, dan Daihatsu.

Jelas bahwa pabrikan Jepang mendominasi pasar otomotif di Indonesia secara signifikan. Baik dalam hal pencarian, produksi, dan penjualan. Dalam data 10 besar Priceza, merek non-Jepang hanya muncul sekali, di mana Ford menduduki peringkat sembilan merek terpopuler.

Bayu Irawan, Co-founder and Country Head Priceza Indonesia mengatakan angka penjualan mobil terendah berada di Juni 2017, ketika jatuhnya Hari Raya Idul Fitri. Ini terjadi bukan hanya di 2017 tetapi juga 2016. Penjualan tertinggi terjadi persis di bulan November, Agustus, dan Maret.

Sama halnya pada tahun 2016, titik terendah penjualan terjadi di bulan Juli, ketika Lebaran dirayakan. Hal ini menunjukkan ada pola terkait Lebaran.

"Baik itu pra-Lebaran, ketika Lebaran, dan pasca-Lebaran. Pola naik-turun ini pun konsisten terjadi di tahun-tahun sebelumnya.” kata Bayu dalam keterangan pers, Selasa (24/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi