Prioritas cukai kresek & minuman berpemanis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah membidik tiga barang kena cukai (BKC) baru di tahun 2018. Tiga barang itu adalah plastik kresek, minuman berpemanis, dan emisi kendaraan bermotor. Tapi dari ketiganya, pemerintah mengaku memilih plastik kresek dan minuman berpemanis sebagai prioritas.

"Prioritas mungkin plastik kresek dan minuman berpemanis karena yang mudah," kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Marizi Z Sihotang, Rabu (8/11).

Marizi menjelaskan, untuk cukai plastik kresek, Ditjen Bea Cukai kini tengah menunggu undangan dari Komisi XI DPR untuk melakukan pembahasan. "Dunia usaha masih ada yang keberatan, tapi ada yang tidak. Menurut kami ini biasa," imbuhnya.


Menurut Marizi, penetapan plastik kresek sebagai BKC akan ditentukan dari pembahasan DPR. Bila sudah, pihaknya akan menyusun draf Peraturan Pemerintah (PP) nya, lalu membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-nya. Cukai plastik kresek menjadi prioritas karena dalam nota keuangan ABPN 2018, penerimaan negara dari cukai plastik kresek sudah ditargetkan sebesar Rp 500 miliar.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menambahkan, cukai plastik kresek tidak dipungut ke konsumen atau end user, tetapi di hulu atau produsen dengan kisaran tarif Rp 100. "Tidak disamaratakan, yang environment friendly kami kasih tarif rendah. Pabrik ramah lingkungan kami kasih insentif," jelasnya.

Sedangkan untuk cukai minuman berpemanis, Marizi menjelaskan, mekanisme pengenaan akan dilihat dari kadar gula dalam minuman. Cukai dibebankan karena berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi minuman berpemanis dalam 20 tahun terakhir tumbuh dari 50 juta liter menjadi 780 juta liter.

Salah satu negara yang telah menerapkan cukai atas minuman berpemanis dan berhasil dalam mengurangi tingkat konsumsi atas minuman berpemanis adalah Meksiko. Minuman ini disebut-sebut menjadi penyebab tingginya prevelensi obesitas. "Minuman berpemanis ada kaitannya ke penyakit. Kami kerjasama dengan Kemkes agar bisa jadi BKC," kata Marizi.

Sementara soal mengenakan cukai pada emisi kendaraan bermotor, Marizi bilang, yang kena cukai adalah karbon yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Nantinya, mekanisme cukai ini dikenakan kepada konsumen lewat produsen kendaraan. "Ini pajak tidak langsung, dikenakan ke produsen jadi mudah administrasinya. Baru nanti oleh produsen dibebankan ke konsumen," jelasnya

Terkait berapa tarifnya, Ditjen Bea Cukai belum menetapkannya. Pasalnya, rencana ini masih dalam pembahasan. Yang pasti, nilai cukai akan dilihat per unit dan seberapa besar emisi yang dihasilkan

Lalu apakah cukai ini akan menggantikan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) seperti dikatakan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara? Menurut Marizi, konsep cukai emisi kendaraan bermotor murni cukai, bukan menggantikan PPnBM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati