KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tahun 2018 lalu. Ini merupakan wujud nyata dari komitmen pemerintah dalam kesiapan memasuki era industri 4.0, termasuk memacu sektor industri manufaktur untuk melakukan transformasi digital agar bisa lebih berdaya saing di kancah global. “Making Indonesia 4.0 ini menjadi tonggak bagi industri untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan teknologi industri 4.0 dalam rantai pasok maupun pada proses produksi bisnisnya, sehingga diharapkan mampu melakukan peningkatan dalam efisiensi dan produktivitasnya,” kata Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza pada acara yang bertajuk “AI for Indonesia” di Jakarta, Rabu (4/12). Wamenperin mengemukakan, melalui peta jalan tersebut, sasaran utama yang dibidik adalah menjadikan Indonesia sebagai bagian dari 10 negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030. “Adapun tiga aspirasi utama dalam mencapai inisiasi tersebut, yaitu 10% kontribusi ekspor netto terhadap PDB, dua kali peningkatan produktivitas terhadap biaya, dan 2% pengeluaran litbang (R&D) terhadap PDB,” ungkapnya.
Kementerian Perindustrian telah menetapkan tujuh sektor industri manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan untuk mencapai inisiasi utama dalam Making Indonesia 4.0. Ketujuh sektor tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, farmasi, serta alat kesehatan. “Lima dari tujuh sektor tersebut dipilih karena dinilai memiliki potensi yang besar untuk memberikan kontribusi hingga 70% dari total PDB manufaktur, 65% ekspor manufaktur, dan 60% pekerja industri,” sebut Faisol. Wamenperin menjelaskan, penerapan industri 4.0 berperan penting dalam mendukung proses produksi di sektor manufaktur, karena dapat menciptakan sistem yang lebih efisien, fleksibel, dan terhubung. Beberapa contoh teknologi yang digunakan dalam industri 4.0, antara lain adalah internet of things (IoT), artificial intelligence (AI), cloud computing, augmented reality (AR), big data, dan robotika lanjutan. “Secara khusus, teknologi AI merevolusi industri dengan meningkatkan efisiensi, mempercepat inovasi, dan memberikan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar secara real-time,” tuturnya. Dalam konteks industri 4.0, lanjutnya, AI adalah "otak" yang memungkinkan teknologi-teknologi lain seperti IoT, robotik, dan big data bekerja secara terpadu dalam proses produksi, serta untuk menciptakan ekosistem yang lebih cerdas, otonom, dan produktif di sektor industri. Faisol memberikan sejumlah contoh penggunaan AI yang sudah diadopsi oleh industri di Indonesia, antara lain pada keunggulan operasional - manajemen energi. “Pada proses ini, perusahaan semen sudah menerapkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan IoT berbasis produktivitas, stabilitas, dan peningkatan indeks energi (bahan bakar dan listrik) dalam proses produksi semen,” ungkapnya. Berikutnya, pemanfaatan AI untuk mengurangi waktu pemasaran. Proses ini telah digunakan perusahaan farmasi dengan memakai teknologi digital twin di dry lab untuk mempercepat pengembangan metode di R&D. “Dalam proses produksi, proses adaptif dengan sensor micro-NIR digunakan sebagai teknologi analisis proses dalam analisis bahan baku, produk antara, dan produk jadi. Dalam proses pengendalian mikroba, teknologi pencitraan digital digunakan untuk mempercepat pengujian kontaminasi mikroba,” paparnya. Selain itu, pemanfaatan AI Ergonomic juga telah diterapkan di berbagai sektor industri. Dampak positifnya adalah pekerjaan lebih mudah dan menyenangkan dengan menghilangkan gerakan yang tidak ergonomis dengan menggunakan analisis berbasis AI. Namun demikian, menurut Wamenperin, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri dalam mengadopsi AI, antara lain keterbatasan infrastruktur teknologi, kekurangan talenta digital, biaya implementasi yang tinggi khususnya bagi sektor IKM, serta terkait dengan keamanan data. “Dari berbagai tantangan itu, kita tidak boleh menyerah karena teknologi AI akan membawa lompatan kemajuan bagi industri dan perekonomian kita. Kita perlu yakini bahwa penggunaan teknologi AI akan membawa berbagai peluang besar,” tegasnya. Faisol menyebutkan, pemanfaatan AI di sektor industri, di antaranya dapat mendukung peningkatkan produktivitas dan efisiensi, terciptanya inovasi produk dan layanan, peningkatan dalam jaringan rantai pasok, penguatan daya saing di pasar global, dan mewujudkan prinsip keberlanjutan (sustainability). “Oleh karena itu, Kemenperin akan terus mendorong pelaku industri untuk memanfaatkan Al guna meningkatkan produktivitas, dan inovasi dalam bisnisnya,” imbuhnya. Sementara itu, dari sisi Pemerintah, terdapat beberapa kebijakan yang dapat mendorong pelaku industri memanfaatkan Al, antara lain melalui pemberian fasilitas fiskal atau nonfiskal, pemberdayaan sektor pendidikan sebagai agen perubahan, serta membangun ekosistem keamanan data dan infrastruktur pengembangan AI. “Pada akhirnya optimalisasi digitalisasi dalam kegiatan usaha manufaktur bermuara pada implementasi smart manufacturing,” tegasnya. Agar tujuan smart manufacturing dapat sejalan dengan program Making Indonesia 4.0, seluruh komponen pembentuk smart manufacturing akan terus didorong pemerintah untuk dapat diimplementasikan oleh pelaku usaha industri secara tepat. “Mari kita bersama-sama mendukung upaya transformasi ekonomi yang berkelanjutan dan memperdalam struktur industri kita melalui sinergi dalam mengoptimalisasi pemanfaatan AI dalam kegiatan usaha manufaktur nasional, serta langkah-langkah strategis mewujudkan smart manufacturing Indonesia,” paparnya. Menurut Faisol, kerja keras dari seluruh pemangku kepentingan memiliki arti dan peran penting dalam mewujudkan smart manufacturing di Indonesia. “Tentunya upaya ini akan memperkokoh ketahanan ekonomi domestik dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Dengan strategi yang tepat, saya yakin kita akan berhasil mewujudkan Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.
Baca Juga: Wamenperin Beberkan Potensi dan Peluang Industri Kosmetik Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti