Produk anuitas, risiko tinggi hasil tak sepadan



Jakarta. Rumus pakem yang sudah mafhum dikenal investor adalah: high risk, high return. Namun, rumus ini sepertinya tidak berlaku bagi para perusahaan anuitas. Penyelenggara anuitas mengklaim, risiko bisnis yang tergolong tinggi tak diimbangi oleh peluang meraih cuan besar. Alhasil, rumus pakem terbalik menjadi: high risk but no high return.Padahal kalau ditanya soal potensi pasar, sangat besar. Pertama, peserta program dana pensiun (dapen) makin bertambah seiring pertumbuhan ekonomi yang mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja.Kedua, perusahaan asuransi jiwa yang melakoni bisnis anuitas hanya ada empat, yaitu PT Asuransi Jiwasraya, PT Asuransi Jiwa BRIngin Life, PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, dan PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri. Padahal, industri dapen sudah lahir sejak 1992 yang dipayungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (UU Dapen).Tak cuma itu, industri anuitas pun semestinya mendapat angin segar dari Peraturan Menteri Keuangan No. 50 yang terbit tahun lalu. Berdasarkan aturan itu, peserta program dapen yang 80% dari total akumulasi dana pensiunnya berjumlah Rp 500 juta atau lebih wajib memindahkan 80% duit pensiunnya itu ke perusahaan anuitas. Sedangkan 20% lagi boleh diterimakan langsung.Sementara peserta program dapen yang 80% total dananya di bawah Rp 500 juta, dibebaskan dari kewajiban itu. Mereka boleh mencairkan semua duit pensiunnya atau mengalihkan ke perusahaan anuitas.Lantas, mengapa perusahaan anuitas mengaku pakem bisnisnya: high risk but no high return?Direktur Pemasaran Asuransi Jiwasraya De Yong Adrian dan Direktur BRIngin Life Sugeng Sudibyo menyebutkan dua masalah utamanya.Pertama, masa pertanggungan anuitas tak terbatas. Anda tentu tahu anuitas merupakan produk asuransi jiwa yang menjanjikan pembayaran berkala seumur hidup alias whole life. Produk ini biasa dimanfaatkan untuk membayarkan uang pensiun secara berkala setelah program dapen selesai. Jadi, uang pensiunan dibayarkan per bulan oleh perusahaan anuitas hingga dia meninggal dunia.Tak cuma itu, UU Dapen juga menetapkan mesti ada manfaat bagi ahli waris dapen. Ahli waris ini meliputi janda atau duda yang ditinggalkan. Jika janda atau duda meninggal maka dapen bisa diterima oleh anak dengan catatan belum menikah atau belum berusia 25 tahun.Kedua, biaya yang ditanggung perusahaan anuitas besar. Antara lain garansi imbal hasil aktuaria, biaya transfer, dan biaya administrasi jangka panjang. Biaya-biaya tersebut dialokasikan untuk menjamin besaran uang bulanan yang diterima pensiunan tetap sama, selama uang ini diberikan.Adrian bilang, margin dari produk ini tak bisa dilihat per tahun. Alhasil, “Banyak perusahaan menghindari pemberian imbal hasil yang bergaransi untuk jangka panjang, karena risiko yang besar,” katanya.Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan Dumoly Freddy Pardede mengakui risiko menanggung biaya besar menjadi kendala industri anuitas. Namun, “Kami tidak mengatur hingga ke strategi bisnis seperti itu,” kilahnya.Strategi variable rateSejauh ini imbal hasil anuitas Jiwasraya 7%–8% per tahun. Pensiunan lajang berpotensi mendapat imbal hasil anuitas lebih besar karena perusahaan anuitas tak perlu memberikan manfaat janda-duda dan yatimpiatu. Prinsip sebaliknya bagi pensiunan yang menikah.Namun, Adrian bilang, di lapangan imbal hasil bisa lebih besar dari itu. Ini terutama jika berhadapan dengan peserta yang berupa grup atau korporasi. Perusahaan anuitas juga menjanjikan iming-iming imbal hasil besar agar bisa bersaing dengan perusahaan lain.Demi mengatasi masalah itu, Jiwasraya mengeluarkan produk lain yang menggunakan variable rate sejak tahun lalu. Jadi, besar bunga akan direvisi setiap tahun. Jiwasraya menetapkan imbal hasil anuitas di awal tahun dengan melihat proyeksi rata-rata imbal hasil deposito dan pasar uang setahun ke depan. Begitu seterusnya untuk tahun depan. Sejak produk ini diterapkan, imbal hasil dari produk variable rate lebih besar daripada imbal hasil tetap.BRIngin Life juga punya produk dengan istilah fl oating rate. Floating rate bisa berlaku dua tahun hingga tiga tahun ke depan. “Kami tak bisa menyebut besar rate,” kata Sugeng.Namun, Jiwasraya dan BRIngin Life kompak hanya menawarkan variable rate bagi peserta korporasi. Alasannya, pertama, jumlah dana yang besar lebih memudahkan perusahaan anuitas meracik portofolio. Dus, biaya meracik portofolio dari pengelolaan dana besar juga lebih efisien.Kedua, potensi kelangsungan penambahan dana di korporasi lebih besar ketimbang perorangan. Ini membuka peluang bagi perusahaan untuk mencari peluang investasi baru.Jiwasraya maupun BRIngin Life sama-sama menempatkan produk anuitas sebagai kelengkapan produk saja. Tak heran jika dana kelolaan mereka dari produk ini tak seberapa.Per September 2013, anuitas BRIngin Life membukukan dana kelolaan Rp 300 miliar. Jumlah ini meningkat 50% dibandingkan periode sama tahun lalu. Namun, kalau dibandingkan dengan total dana kelolaan BRIngin Life yang sebesar Rp 3,7 triliun, kontribusi dari produk anuitas cuma 8,2%. Sedangkan dapen yang dibayarkan per bulan Rp 1,4 miliar.Sumbangsih dana kelolaan anuitas Jiwasraya terhadap total dana kelolaannya lebih kecil lagi, yaitu 3,75% per September 2013. Dana kelolaan anuitas Rp 270 miliar, sedangkan total dana kelolaan Jiwasraya Rp 7,2 triliun. Per bulan, mereka membayarkan dana pensiun Rp 4,8 miliar. Meski begitu, Jiwasraya optimistis bisa menggenapi total dana kelolaan anuitas jadi Rp 300 miliar, akhir 2013.Wah, kalau kondisi pelaku industri anuitas seperti itu, berarti tidak banyak pilihan menarik bagi konsumen, dong! ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 5 - XVIII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Imanuel Alexander