Produk asuransi harus makin transparan



JAKARTA. Kabar melegakan bagi para calon nasabah asuransi yang sering mempertanyakan transparansi produk asuransi. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan mewajibkan perusahaan asuransi agar memastikan calon nasabah mendapat informasi tepat atas produk yang akan mereka beli. Tujuannya, supaya nasabah memiliki pemahaman sebelum mengambil keputusan membeli polis.

Rencana itu tertuang dalam draf Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang produk asuransi dan pemasaran produk asuransi. Kini, regulator menguji draf agar mendapat tanggapan pelaku industri.

Poin penting draf itu adalah calon tertanggung atau pemegang polis perlu membaca dan memahami polis sebelum melakukan penutupan asuransi. Selama ini memang ada prosedur bernama free look.


Ketika agen menyerahkan polis, nasabah memiliki waktu untuk memahami polis selama 10 hari - 14 hari.  Bila ada bagian polis yang tidak dipahami, nasabah bisa bertanya ke agen. Tapi banyak nasabah tak memanfaatkan masa ini, sementara agen juga jarang menerangkan free look. 

Regulator juga mewajibkan transparansi informasi produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi. Informasi itu seperti, penjelasan strategi investasi, uraian risiko pemegang polis, dasar perhitungan manfaat polis, hingga hal-hal yang dijamin oleh pemegang polis misalnya manfaat minimum bila terjadi kematian. Selain itu, calon pemegang polis wajib mendapat informasi rincian seluruh biaya yang harus ditanggung, antara lain biaya akuisisi, biaya pengelolaan, biaya mortalita dan biaya penarikan dana.

Bapepam-LK menargetkan, aturan itu sah sebelum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertugas pada 2013. Bila menteri keuangan sudah mengesahkan, PMK tersebut langsung berlaku. "Saat ini kami masih meminta masukan dulu (untuk penyempurnaan aturan)," kata Isa Rachmatawarta, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, Kamis (8/11).

Bila aturan berlaku dan ada perusahaan yang melanggar, Bapepam-LK bakal menjatuhkan sanksi. Misalnya, bila spesifikasi produk berbeda dengan yang dilaporkan, regulator dapat menghentikan pemasaran produk secara tetap atau sementara. Khusus penghentian sementara, perusahaan  dilarang menjual produk sebelum sanksi dicabut.

Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mendukung draf ini. "Semua perusahaan pasti menerapkan transparansi produk," ujarnya.

Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia  (AAUI) berujar, semua pelaku industri memahami isi rancangan beleid itu. Namun, pihaknya akan membahas draf itu bersama regulator pekan depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.