Produk China kalahkan produk dalam negeri



JAKARTA. Serbuan produk impor dari China telah terbukti menghantam industri dalam negeri. Hasil survei Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyimpulkan, pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) telah menciutkan pasar produksi produk dalam negeri.

Dirjen Kerjasama Industri Internasional Agus Tjahyana mengatakan, hasil survei yang dilakukan Kemenperin menunjukkan, industri dalam negeri mengalami penurunan penjualan, merosotnya keuntungan hingga pengurangan tenaga kerja. "Ini survei di 11 kota besar," kata Agus dalam konferensi pers tentang perkembangan pelaksanaan ACFTA, Rabu (23/3).

Responden survei tersebut meliputi 2.738 penjual, 3.521 pembeli dan 724 perusahaan. Mereka tersebar di berbagai kota. Yaitu, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makassar dan Manado.


Agus menuturkan, hasil survei tersebut juga memotret perilaku pedagang yang lebih suka menjual produk buatan China daripada menjual karya anak negeri. "Ini ditengarai sebagai penyebab penurunan produksi domestik," ujar Agus.

Namun, dari sisi kualitas, survei itu menunjukkan, kualitas produk dalam negeri lebih unggul dibandingkan produk China. Menurut Agus, ini karena produk dalam negeri menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sementara banyak produk China yang tidak memiliki SNI walaupun kaya inovasi dan kreasi.

Berdasar data Ditjen Bea Cukai, impor produk China meningkat 45,9% di 2010. Sedangkan ekspor Indonesia ke China hanya naik 36,5% di tahun yang sama. Impor terbanyak dari China adalah mainan yang menguasai 73% total impor mainan. Setelah itu furnitur dengan pangsa 54%, elektronika 34%, logam 18%, permesinan 22%, dan tekstil produk tekstil (TPT) 34%.

Menurut Agus, Kemenperin sudah melakukan pemantauan untuk menghindari keterpurukan industri dalam negeri akibat ACFTA. Jika perlu, tandasnya, Indonesia bisa menggunakan Article 6 kesepakatan ACFTA berupa modifikasi hasil kesepakatan.

Infrastruktur tertinggal

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan, kekalahan produk dalam negeri karena infrastruktur yang minim. Seperti, pasokan gas dan listrik yang seret membuat produksi jadi kerdil. Sementara konsumsi dalam negeri meningkat. "Pasar yang meningkat itulah yang diisi produk China," ujar Sofjan kepada KONTAN.

Ia menuding pemerintah memperlonggar aturan impor barang jadi dan mempersulit impor barang modal. Alhasil, pengusaha banyak memilih menjadi pedagang ketimbang memproduksi sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini