Produk kontrak berjangka syariah akan diperluas



JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai penyempurnaan atas PP Nomor 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Revisi beleid ini sebagai tindak lanjut dari Undang Undang Nomor 10/2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 32/1997 tentang PBK.

Robert James Bintaryo, Kepala Biro Perniagaan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Kemdag menjelaskan, ada beberapa ketentuan yang akan direvisi. Salah satunya soal kontrak berjangka syariah. Kelak, pemerintah akan memperluas cakupan komoditas yang bisa ditransaksikan via kontrak berjangka syariah.

Cuma, ia belum bisa menyebutkan komoditas apa saja yang menjadi usulan pemerintah. Alasannya, pemerintah saat ini masih menunggu fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN).


Yang jelas, Robert mengatakan, komoditas untuk kontrak berjangka syariah itu harus sesuai kaidah dan ajaran Islam. "Produk yang diperjualbelikan tidak mengandung alkohol, babi, dan unsur lain yang dilarang menurut syariah," paparnya, kemarin.

Hingga saat ini, baru lima komoditas yang bisa ditransaksikan secara syariah. Komoditas itu adalah coklat (kakao), biji mete (kulit ari), biji mete (gelondongan), kopi grade arabika, dan kopi arabika asalan.

Robert mengatakan, UU 10/2011 sebenarnya telah memperluas cakupan komoditas yang dapat ditransaksikan di bursa berjangka. Lingkupnya meliputi kontrak berjangka derivatif maupun kontrak derivatif syariah.

Komoditi syariah dimasukkan dalam perdagangan bursa berjangka untuk mengantisipasi perdagangan ke depan. "Saat ini, komoditi syariah sudah diperdagangkan di Bursa Komoditi Malaysia misalnya, melalui akan murabahah komoditas minyak kelapa sawit atau CPO," ujarnya.

Robert mengakui, komoditi syariah yang pernah diluncurkan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) tidak berjalan mulus. "Kami akan mensosialisasikan nanti kepada pelaku pasar dan asosiasi," imbuhnya.

Kiswoyo Ady Joe, analis komoditas dari Askap Futures menilai, transaksi komoditas syariah berjangka menemui kegagalan akibat minimnya sosialisasi dari Bappebti maupun BBJ. Padahal, perdagangan komoditas syariah berjangka merupakan langkah maju. "Perdagangan komoditas syariah berjangka menjadi pilihan alternatif transaksi para pialang," tutur Kiswoyo.

Selain itu, ketidakjelasan produk komoditas berjangka apa saja yang bisa dijadikan perdagangan syariah pun belum terselesaikan. "Para pemain bingung, karena tidak ada kejelasan produk apa yang bisa ditransaksikan," katanya.

Selain soal kontrak berjangka syariah, poin revisi lain adalah mengenai sistem perdagangan alternatif, demutualisasi bursa, pengelolaan sentra dana berjangka, dan pengaturan soal asosiasi perdagangan berjangka. Cuma, Robert belum menjelaskan rinci seperti apa revisi usulan pemerintah. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: