Produk olahan ikan makin diminati di pasar ekspor



JAKARTA. Bisnis produk olahan perikanan belakangan ini semakin berkembang. Lihat saja produksi milik PT Bumi Menara Internusa (BMI) yang terus meningkat. Tahun ini, BMI menargetkan produksinya naik 15% hingga 20%.

Industri Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang berpusat di Surabaya tersebut memproduksi udang segar dan kepiting spesies ikan. Di mana 99,9% produk tersebut di ekspor ke mancanegara.

"Pasar utama kita selama ini Eropa, Amerika, Jepang dan Asia," kata Aris Utama Direktur BMI kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Menurut Aris, selain mengolah udang, BMI juga fokus mengolah ikan rajungan yang diolah di sejumlah tempat seperti di Lampung, Cirebon dan Medan. Selama ini, BMI memperoleh bahan baku seluruhnya dari dari nelayan dan kapal-kapal perikanan dalam negeri, kecuali beberapa komoditas yang tidak ditemukan di Indonesia seperti kepiting jenis tertentu.


Rata-rata harga produk olahan perikanan BMI dijual dengan harga Rp 55.000 - Rp 100.000 per bungkus. Dimana rata-rata isi per bungkus 1 kilogram (kg) lebih beberapa ons. Hampir semua produk olahan BMI dijual dengan siap saji. Sayangnya Aris tidak mengungkapkan berapa besar kenaikan volume produksi 15% sampai 20% yang ditargetkannya itu. "Kalau volume produksi per tahun dan jumlah modal kami, itu masih privat, belum bisa kita ekspos," elaknya.

Kendati enggan membeberkan berapa volume produksi per tahun, tapi Aris mengatakan setiap bulan, BMI bisa memproduksi 1.500 ton udang, atau setara 80 truk hingga 100 truk. Sementara kapasitas produksi seluruh UPI milik mereka yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia mencapai 170 ton per hari.

Untuk mencapai target tersebut, BMI melakukan ekspansi fasilitas untuk menjaga bahan baku di sejumlah daerah. Seperti membangun tempat penyimpanan bahan baku di Cirebon, dan Medan pada tahun 2015. Pada tahun lalu, BMI juga telah membangun fasilitas penyimpanan bahan baku di Makassar. Sementara untuk pengolahan tetap dibawa ke Surabaya. Saat ini, yang menjadi keluhan BMI adalah sulitnya memenuhi seluruh persyaratan sertifikat dari Eropa yang mengharuskan pencatatan sumber bahan baku dari tingkat nelayan. Sementara setiap nelayan di Indonesia sebagian besar tidak pernah mencatat berapa jumlah ikan hasil tangkapan mereka.

Selain itu, BMI juga kesulitan menemukan bahan baku sesuai standar. Dengan demikian, BMI meminta kepastian bahan baku dari pemerintah lewat sejumlah regulasi yang mendukung pengembangan industri pengolahan ikan dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan