KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemasan plastik sebaiknya memiliki desain mudah didaur ulang. Selain lebih ramah lingkungan, kemasan plastik jika dikelola dengan benar dapat menggerakkan kegiatan ekonomi sirkular. Mochamad Chalid, Ahli teknologi polimer Fakultas Teknik Universitas Indonesia mengatakan, produk plastik merupakan bahan yang diformulasikan dari polimer sebagai bahan baku utama dan aditif-aditif sebagai bahan baku pembantu sehingga memerlukan waktu degradasi yang bertahun-tahun. Oleh karena itu, produk plastik harus didesain sebagai bahan yang dapat didaur ulang.
Baca Juga: Neraca perdagangan surplus, membuat pajak impor loyo Dengan daur ulang, bahan plastik bisa terus memiliki nilai ekonomi, baik sebelum digunakan, saat digunakan, maupun setelah digunakan. "Pendaurulangan limbah plastik produk kemasan pangan merupakan solusi efektif dan berdaya guna terhadap tumpukan limbah plastik yang menjadi masalah lingkungan. Solusi ini juga memberikan banyak dampak positif bagi sektor lain, seperti penyerapan tenaga kerja dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat, yang berbasis pada prinsip ekonomi sirkular." kata Mochamad Chalid dalam pres rilis, Jumat (28/8). Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jenis plastik yang paling mudah didaur ulang yakni Polyethylene Terephthalate yang biasa disingkat PET, dengan kode nomor 1. Penomoran ini berpedoman pada Resin Identification Code (RIC) yang diterbitkan oleh The Society of Plastic Industry (SPI) pada tahun 1988 di Amerika Serikat (AS). PET merupakan jenis plastik yang banyak digunakan sebagai produk kemasan minuman, dalam bentuk botol plastik yang berwarna jernih atau transparan. Pasalnya, plastik PET memiliki banyak sifat unggul seperti lebih bening, kedap gas dan air, tahan pelarut, kuat, serta relatif lebih ringan dibandingkan kemasan lain untuk volume yang sama. Selain mudah didaur-ulang, limbah plastik PET bisa dikonversi menjadi produk turunan yang beragam dan bernilai ekonomi relatif tinggi, dikarenakan kestabilan sifat-sifatnya. Hal ini tentunya berdampak pada harga limbah plastik PET yang tinggi, sehingga wajar bila disukai oleh pemulung dan pelaku industri daur ulang.
Baca Juga: Pasar domestik lesu, begini strategi Gunung Raja Paksi (GGRP) “Semua pihak sebaiknya mengetahui jenis plastik yang aman untuk kemasan pangan, dengan melihat kode segitiga panah dengan angka di dalamnya. Biasanya kode ini ada di bagian bawah kemasan plastik. Konsumen dan pelaku industri manufaktur kemasan sebaiknya memilih kemasan plastik yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi resiko terhadap kesehatan," jelasnya. Sementara Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine Halim mengungkapkan, selain ramah lingkungan, kemasan plastik PET juga menghadirkan
benefit lain yakni membantu menggerakkan roda perekonomian. Hal ini karena plastik PET mudah didaur ulang sehingga terus memiliki nilai ekonomis baik sebelum digunakan, saat digunakan, dan setelah digunakan. Christine menjelaskan bahwa plastik sekali pakai, termasuk galon air mineral sekali pakai itu tidak masalah asalkan berbahan dasar PET karena mudah didaur ulang. "Galon plastik berbahan dasar PET mudah sekali di daur ulang dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Penggunaan bahan ini sejalan dengan visi KLHK mengenai peta penanganan sampah melalui pendaurulangan dan pemanfaatan kembali dengan prinsip sirkulasi ekonomi," ujarnya.
Model ekonomi sirkulasi bertujuan untuk memperpanjang masa pakai sampah menjadi sesuatu yang berdaya guna untuk dimanfaatkan kembali. Juga sebagai alternatif bahan baku untuk didaur ulang menjadi produk baru, sehingga dapat menghemat biaya produksi atau menjadi produk baru yang laku jual.
Baca Juga: Pandemi berdampak bagi kinerja bisnis Sepatu Bata (BATA) Christine bahkan menyebut dari total plastik daur ulang yang dilakukan oleh anggotanya, sebanyak 70% diekspor ke luar negeri. Selain dari sisi harga lebih kompetitif, apresiasi pasar di luar negeri juga lebih besar ketimbang market domestik. "Barang-barang produk daur ulang kami itu diekspor ke Eropa dengan harga yang lebih mahal 50%. Jika domestik hanya US$ 800, kalau diekspor bisa US$ 1.200 per metrik ton," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi