Produk segar asal Jepang bakal wajib sertifikasi bebas radiasi nuklir



JAKARTA. Pemerintah mulai waspada terhadap dampak radiasi nuklir akibat meledaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, Jepang. Kali ini, Badan Karantina Kementerian Pertanian juga berencana meminta sertifikasi bebas radiasi nuklir untuk produk segar asal Jepang.Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini mengungkapkan sertifikasi untuk pengetatan impor produks segar dari Negeri Sakura ini sedang dikaji. "Kemungkinan aturan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian," katanya seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR, Senin (21/3) malam.Produk segar yang dimaksud mencakup produk hasil pertanian seperti buah dan sayuran dalam bentuk segar alias bukan makanan olahan. Beberapa produk hasil pertanian segar yang diimpor dari Jepang antara lain jamur sitake, kobis khusus, kedelai segar, jambu air, sayur bayam beku dan ubi jalar.Sejatinya, Banun menuturkan Kementerian Pertanian telah memiliki kriteria standar yang harus dipenuhi untuk produk segar impor seperti batas kandungan residu dan batas kandungan pestisida yang diperbolehkan dalam produk segar. Hanya saja, selama ini aturan kriteria standar produk pangan segar belum mencantumkan ambang batas radiasi. Makanya, "Kandungan batas radiasi akan kami atur. Selain itu pintu masuk pelabuhan juga akan kami atur," ungkap Banun. Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberlakukan sertifikasi bebas nuklir untuk produk pangan olahan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Roy Sparingga mengungkapkan, semua produk pangan asal Jepang yang diimpor setelah tanggal 11 Maret 2011 harus disertai dengan sertifikat bebas radiasi. "Ini berlaku untuk semua produk terutama produk pangan olahan asal Jepang," ujarnya.Roy menambahkan, kebijakan ini akan berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan. "Yang jelas, sampai semuanya bisa terkendali karena sampai saat ini dampak radiasi ini terus meluas dan kami tidak tahu sampai seberapa besar dampaknya ke depan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can