Produksi arabica turun karena serangan hama



MEDAN. Serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) yang mengganas dalam dua tahun terakhir telah mengakibatkan produksi kopi arabica di Sumatera Utara (Sumut) menurun hingga 33%. Menurut Saidul Alam, Anggota Badan Pengurus Daerah Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut, produksi kopi arabica Sumut tahun ini diperkirakan sekitar 40.800 ton, turun 33% dari produksi tahun lalu yang mencapai 61.200 ton.Sekadar informasi, hama PBKo atau sering disebut Berry Borer adalah hama berjenis kutu yang hinggap dan menggerogoti bijih kopi arabica. Menurut Sabam Malum, Ketua Forum Kopi Sumatera Utara, pada awalnya hama ini menyerang tanaman kopi arabica berusia tua yang berusia lebih dari empat tahun. Namun, dalam waktu belakangan ini PBKo juga ternyata menyerang tanaman kopi yang berusia dua hingga tiga tahun. "Ini sangat berbahaya bagi produksi kita," keluh Sabam, kepada KONTAN, Selasa (21/12).Sabam mencoba mengilustrasikan imbas serangan PBKo ini pada produksi kopi arabica. Menurutnya, dari 100 biji kopi arabica yang dipanen maka sekitar 31-35 bijinya terinfeksi PBKo. "Bahkan, untuk kasus tertentu bisa mencapai 91 biji kopi yang rusak", ujar Sabam.Kondisi ini diperparah dengan pohon kopi arabica di Sumut yang rata-rata berusia lebih dari 10 tahun. Menurut Saidul, pohon kopi yang tua ini jelas telah berkurang produktivitasnya sekaligus sangat rentan diserang PBKo. Sangat wajar jika kemudian produksi kopi arabica Sumut bisa turun hingga 33% di tahun ini.Turunnya produksi kopi Sumut tahun ini jelas berimbas pada volume ekspor kopi arabica sepanjang tahun ini. Selama ini, Sumut merupakan daerah penghasil kopi arabica terbesar di Indonesia dengan kontribusi ekspor mencapai 15% dari keseluruhan volume ekspor kopi nasional. Apalagi, sekitar 98% produksi kopi arabica Sumut digunakan untuk kepentingan ekspor. "Konsumsi domestik hanya sekitar 2% saja," kata Saidul kepada KONTAN.Volume ekspor kopi arabica Sumut tahun ini ditaksir hanya mencapai 40.000 ton. Jumlah ini turun sekitar 33% dari tahun 2009 dimana volume ekspor mencapai 60.000 ton.Turunnya kuantitas produksi kopi arabica tahun ini juga diikuti dengan penurunan kualitasnya. Menurut Saidul, tahun 2009 lalu, kopi berkualitas rendah (low-grade) berjumlah 5.000 ton dari total produksi kopi Sumut. Namun, jumlah ini naik hingga 50% yaitu menjadi sekitar 10.000 ton di tahun ini.Prospek Pasar BaruMeskipun begitu, ternyata terselip berkah dalam nestapa turunnya kuantitas dan kualitas produksi kopi arabica tahun ini. Menurut Saidul, tahun ini terjadi perubahan permintaan jenis kopi dari importir utama Indonesia seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, dan beberapa negera Eropa lainnya. Negara-negara itu justru lebih memilih impor kopi arabica low-grade ketimbang kopi dengan kualitas baik.Perubahan ini diakibatkan oleh turunnya daya beli masyarakat di sana sebagai imbas krisis finansiaal 2008 yang masih terasa hingga sekarang. Selain itu, banyak retail-retail utama di sana yang berusaha memproduksi produk-produk kopi untuk pasar masal (mass-market). Selama ini, produsen kopi di sana lebih memilih untuk menjual kopi bercitarasa tinggi yang hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas. "Tapi kini, mereka mencoba memperluas pasarnya," jelas Saidul.Kondisi ini tentu sedikit banyak dapat menyerap produksi kopi arabica yang kualitasnya turun akibat hama PBKo. Para petani setidaknya tidak terlampau risau dengan penurunan kualitas kopinya, karena kopi mereka masih banyak yang menikmati.Meskipun begitu, serangan hama PBKo tentu harus tetap diberantas agar kuantitas produksi kopi arabica tidak anjlok di tahun depan. "Inilah yang menjadi program utama Forum Kopi di tahun 2011", tandas Sabam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Wahyu T.Rahmawati