Produksi batubara 2018 capai 557 juta ton, tertinggi dalam lima tahun terakhir



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada kenaikan realisasi produksi batubara sepanjang tahun 2018 lalu. Jika pada prognosa di bulan Januari realisasinya berada di angka 528 juta ton, lalu pada pertengahan Februari naik menjadi 548,58 juta ton, kini realisasi produksinya meroket jadi 557 juta ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, penambahan produksi itu lantaran sejumlah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah baru melaporkan realisasi produksinya.

Hanya saja, Bambang tak menegaskan, apakah jumlah itu masih bisa bertambah atau sudah final. "Pokoknya segitu, ya nggak tahu kalau nambah lagi," kata Bambang selepas Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (11/3).


Yang jelas, Bambang mengatakan jumlah realisasi itu memang meroket dari target produksi yang tertera dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2018 yang tercatat 485 juta ton.

Bambang bilang, hal itu tak terlepas dari adanya penambahan kuota ekspor sebesar 100 juta ton pada September tahun lalu sebagai upaya untuk mengurangi defisit neraca perdagangan. "Ini tak lepas dari tambahan kuota ekspor hingga 100 juta ton itu," terangnya.

Adapun, realisasi produksi yang mencapai 557 juta ton ini menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2014, produksi batubara nasional hanya mencapai 458 juta ton, kemudian meningkat jadi 461 juta ton pada tahun berikutnya.

Produksi sempat menurun menjadi 456 juta ton pada tahun 2016, namun naik lagi menjadi 461 juta ton setahun kemudian. Lalu, meroket menjadi 557 juta ton pada tahun 2018.

Sementara itu, pada tahun ini, target produksi batubara nasional yang dipatok dalam RKAB sebesar 489,13 juta ton. Namun, Bambang sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya tak menutup kemungkinan untuk kembali membuka tambahan kuota produksi agar tetap terbuka.

Hal tersebut dimungkikan dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti laporan realisasi produksi perusahaan hingga jika dibutuhkan untuk menggenjot ekspor guna mendongkrak penerimaan negara.

Bambang bilang, hal itu baru bisa dilihat pada bulan Juni saat revisi RKAB dilakukan. "Ya kita lihat dulu nanti Juni realisasinya seperti apa. Revisi kan batasnya Juni," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini