KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT ABM Investama Tbk (
ABMM) menargetkan produksi batubara sebanyak 10 juta ton sepanjang tahun ini. Sampai September 2018, produksi batubara ABMM sudah mencapai 7 juta ton atau 70% dari target. Direktur Keuangan ABMM Adrian Erlangga mengatakan, produksi dari kedua tambang batubara milik ABMM yaitu yang berlokasi di Aceh melalui PT Mifa Bersaudara dan tambang yang berlokasi Kalimantan Selatan melalui PT Tunas Inti Abadi, terus meningkat. "Produksi batubara dari tambang yang berlokasi di Aceh sebesar 4 juta ton sampai September 2018. Sisanya produksi batubara dari tambang Kalimantan Selatan," ujarnya.
Menurut Adrian, infrastruktur wilayah tambang yang berlokasi di Aceh sudah siap untuk memproduksi batubara sebanyak 12 juta ton hingga 15 juta ton per tahun. Sekarang ABMM tengah berupaya menggenjot produksi dari tambang Aceh mencapai 8 juta ton hingga 10 juta ton. Nah, tahun ini ABMM membidik produksi batubara 5 juta ton dari tambang yang berlokasi di Aceh. Sebagai perbandingan, pada tahun lalu produksi batubara dari lokasi tambang di Aceh ini sebesar 3 juta ton. "Tahun depan, kami targetkan bisa memproduksi 8 juta ton batubara dari tambang yang berlokasi di Aceh," ujarnya kepada Kontan.co.id., Minggu (4/11). Sementara secara keseluruhan, ABMM memasang target produksi 13 juta ton batubara di tahun depan. Apabila target produksi pada tahun ini tercapai 10 juta ton, maka ABMM membidik pertumbuhan produksi hingga 23% pada tahun depan. Dengan meningkatnya produksi batubara, ABMM juga tengah menjajaki pasar ekspor baru yaitu Pakistan dan Bangladesh. Saat ini, ABMM mengekspor batubara ke China, India, dan Thailand. ABMM mengaku sudah memenuhi penjualan dalam negeri sebesar 25%. Produksi hingga 10 juta ton milik ABMM ini seluruhnya sudah terikat dengan perjanjian jual beli. Adrian bilang, batubara hasil produksi tambang Aceh memiliki kalori sebesar 3.400 kkal/kg dan 4.200 kkal/kg. Hampir seluruh produksi dari wilayah operasi tambang Aceh dieskpor. Pada tahun ini, ABMM mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 40 juta dan hampir keseluruhan belanja modal ini sudah terserap. Sebagian besar digunakan untuk pemeliharaan. Sayangnya, Adrian belum dapat menyebutkan dana yang akan dialokasikan untuk tahun depan. Yang pasti, katanya, pada tahun depan ABMM fokus untuk meningkatkan produksi. Mengenai harga jual rata-rata batubara, Adrian menyampaikan, penurunan harga jual sekitar 20% pada saat ini ketimbang kuartal I 2018. "Ini karena pasar China melemah, karena banyak memproduksi batubara domestik, tapi kami tidak khawatir karena pasar masih banyak kan misalnya Vietnam dan Filipina," kata Adrian.
Meski harga jual batubara cenderung menurun ketimbang kuartal pertama, Adrian optimistis, kinerja keuangan ABMM akan tetap meningkat. Pada tahun ini, ABMM membidik pendapatan sebesar US$ 800 juta. "Kami terus melakukan operasi sinergi ke seluruh anak usaha kami," imbuhnya. Sebagai informasi, ABMM memiliki beberapa anak usaha, seperti yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan, pertambangan dan perdagangan, logistik, serta kelistrikan. Dengan sinergi ini, ia berharap dapat menekan biaya operasi sehingga kinerja keuangan tetap positif meski harga batubara tengah menurun. Sembari meningkatkan produksi, ABMM juga masih melakukan pencarian tambang baru untuk diakuisisi. Jika sudah ada tambang yang sesuai dengan yang diinginkan perusahaan, kata Adrian, tak menutup kemungkinan ABMM akan melakukan akuisisi tambang baru di tahun depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat