Produksi batubara Adaro Energy (ADRO) mencapai 58,03 juta ton sepanjang 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi batubara PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sepanjang tahun 2019 mencapai 58,03 juta ton. Realisasi ini 7% lebih tinggi daripada tahun 2018.

""Produksi batubara tahun 2019 juga melampaui panduan 2019 yang ditetapkan sebesar 54 juta ton hingga 56 juta ton," kataMahardika Putranto, Sekretaris Perusahaan Adaro Energy dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin (17/2).

Produksi batubara Adaro Energy ini terdiri atas produksi dari dari PT Adaro Indonesia (AI), Balangan Coal Companies dan Adaro MetCoal Companies (AMC).


Sementara itu, pengupasan lapisan penutup (overburden removal) mencapai 272,09 million bank cubic meter (bcm) atau turun 1% secara year-on-year (yoy). Sehingga, rasio nisbah kupas gabungan ADRO tahun lalu mencapai 4,69 kali atau sedikit melampaui target yakni 4,56 kali.

Baca Juga: Prospek Batubara Masih Suram, Ini Rekomendasi untuk Saham PTBA, ITMG, ADRO, dan INDY

Di sisi lain, penjualan batubara ADRO mencapai 59,18 juta ton, atau naik 9% yoy. Wilayah Asia Tenggara tetap merupakan tujuan penjualan utama dengan meliputi 42% dari penjualan ADRO sepanjang 2019.

Permintaan batubara dari negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina meningkat berkat tingginya permintaan listrik untuk memenuhi penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru.

Tahun ini, ADRO menargetkan produksi batubara mencapai 54 juta ton-58 juta ton. Sementara rasio nisbah kupas sebesar 4,30 kali.

Baca Juga: Diversifikasi Membuat Saham Adaro (ADRO) Dinilai Analis Layak Beli

Dari lini bisnis energi, PT Tanjung Power Indonesia (TPI), yang memiliki pembangkit listrik 2x100 megawatt (MW) di Tanjung, Kalimantan Selatan, sukses memulai operasi komersial atas unit keduanya (100 MW) pada Desember 2019.

Dalam keterbukaan informasi, manajemen ADRO mengatakan sepanjang tahun 2019, pasar global batubara termal menghadapi tantangan makro maupun industri yang mendorong penurunan harga batu bara secara tahunan. Pelemahan ekonomi global, ketidakpastian kebijakan pemerintah, ketegangan dagang antara AS-China serta penurunan harga gas alam cair adalah beberapa faktor yang melemahkan pasar.

Lebih lanjut, purchasing manager's index (PMI) manufaktur global akhir tahun 2019 berada di level 50,1 yang mencerminkan terbatasnya ekspansi karena pasar mewaspadai ekonomi global yang lemah. Hal ini menyebabkan permintaan listrik dan konsumsi batubara di China dan India terkena dampaknya.

Baca Juga: Meski belum berdampak, Adaro Energy dan Bumi Resources tetap waspadai virus corona

Meski demikian, manajemen ADRO optimistis dengan fundamental jangka panjang pasar batubara, yang mendapat dukungan permintaan dari wilayah Asia Tenggara dan Selatan seiring upaya negara-negara di wilayah tersebut mengejar pembangunan ekonomi dan meningkatkan sektor ketenagalistrikan.

Dari sisi kinerja keuangan, konstituen Indeks Kompas100 ini menargetkan earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) sebesar US$ 900 juta hingga US$ 1,2 miliar. Sementara tahun ini alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) mencapai US$ 300 juta hingga US$ 400 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati