JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan produksi batubara sepanjang Januari hingga Juni 2014 mencapai 213 juta ton. Volume tersebut naik 7,6% dibandingkan dengan realisasi produksi batubara sepanjang Semester I 2013 sebanyak 198 juta ton.Masih tingginya volume produksi batubara, turut berdampak pada merosotnya harga jual batubara di pasar domestik maupun pasar internasional. Misalnya, harga batubara acuan (HBA) per Juli 2014 yang ditetapkan Kementerian ESDM turun 1,6% menjadi US$ 72,45 per ton dari HBA per Juni sebelumnya sebesar US$ 73,64 per ton.Edi Prasodjo, Direktur Pengusahaan dan Pembinaan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, produksi batubara dari perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) selama Semester I 2014 mencapai 213 juta ton. Perinciannya, 158 juta ton dipasarkan untuk ekspor, dan sisanya sejumlah 55 juta ton merupakan transaksi perdagangan domestik.Menurut Edi, harga batubara turun karena suplai batubara di pasar ekspor masih melebihi jumlah kebutuhan. "HBA Juli 2014 ini turun sekitar US$ 1,19 per ton, namun penetapan harga jual ini merupakan mekanisme pasar berdasarkan supply and demand," kata dia, Selasa (8/7).Meskipun produksi batubara terus meningkat, pemerintah tetap mengupayakan untuk menekan volume produksi tahun ini. Pemerintah memproyeksikan produksi hingga akhir Desember 2014 sebesar 397 juta ton hingga 421 juta ton. Sedangkan produksi batubara di tahun 2013 lalu, mencapai 421 juta ton.Salah satu upaya menekan produksi, Kementerian ESDM akan menaikkan tarif royalti batubara. Adapun, tarif royalti batubara dengan jenis kalori rendah naik dari 3% menjadi 7%, untuk kalori sedang tarif royaltinya naik dari 5% menjadi 9%. Sementara untuk jenis batubara dengan kalori tinggi naik dari 7% menjadi 13,5%. Kenaikan tersebut diberlakukan setelah HBA telah melebihi US$ 80 per ton.Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya telah mengundang pengusaha batubara untuk menjelaskan rencana kebijakan kenaikan tarif royalti ini. "Kami sudah memanggil pengusaha, dan kami pun sudah melakukan kajian bersama kenaikannya," kata dia.Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) berpendapat, tarif royalti belum pantas dinaikkan pada saat harga jual batubara masih di bawah US$ 100 per ton. "Kok di saat harga rendah malah tarif royaltinya dinaikkan," kata Supriatna.Meski demikian, dia memproyeksikan, kenaikan tarif royalti ini tidak mempengaruhi jumlah produksi nasional dengan melebihi target pemerintah sebesar 421 juta ton. "Kenaikan royalti sulit menekan produksi, karena masih banyak penambang ilegal yang bebas menjual produksinya tanpa bayar pajak dan royalti," imbuhnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Produksi batubara semester I-2014 menanjak 7,6%
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan produksi batubara sepanjang Januari hingga Juni 2014 mencapai 213 juta ton. Volume tersebut naik 7,6% dibandingkan dengan realisasi produksi batubara sepanjang Semester I 2013 sebanyak 198 juta ton.Masih tingginya volume produksi batubara, turut berdampak pada merosotnya harga jual batubara di pasar domestik maupun pasar internasional. Misalnya, harga batubara acuan (HBA) per Juli 2014 yang ditetapkan Kementerian ESDM turun 1,6% menjadi US$ 72,45 per ton dari HBA per Juni sebelumnya sebesar US$ 73,64 per ton.Edi Prasodjo, Direktur Pengusahaan dan Pembinaan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, produksi batubara dari perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dan izin usaha pertambangan (IUP) selama Semester I 2014 mencapai 213 juta ton. Perinciannya, 158 juta ton dipasarkan untuk ekspor, dan sisanya sejumlah 55 juta ton merupakan transaksi perdagangan domestik.Menurut Edi, harga batubara turun karena suplai batubara di pasar ekspor masih melebihi jumlah kebutuhan. "HBA Juli 2014 ini turun sekitar US$ 1,19 per ton, namun penetapan harga jual ini merupakan mekanisme pasar berdasarkan supply and demand," kata dia, Selasa (8/7).Meskipun produksi batubara terus meningkat, pemerintah tetap mengupayakan untuk menekan volume produksi tahun ini. Pemerintah memproyeksikan produksi hingga akhir Desember 2014 sebesar 397 juta ton hingga 421 juta ton. Sedangkan produksi batubara di tahun 2013 lalu, mencapai 421 juta ton.Salah satu upaya menekan produksi, Kementerian ESDM akan menaikkan tarif royalti batubara. Adapun, tarif royalti batubara dengan jenis kalori rendah naik dari 3% menjadi 7%, untuk kalori sedang tarif royaltinya naik dari 5% menjadi 9%. Sementara untuk jenis batubara dengan kalori tinggi naik dari 7% menjadi 13,5%. Kenaikan tersebut diberlakukan setelah HBA telah melebihi US$ 80 per ton.Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya telah mengundang pengusaha batubara untuk menjelaskan rencana kebijakan kenaikan tarif royalti ini. "Kami sudah memanggil pengusaha, dan kami pun sudah melakukan kajian bersama kenaikannya," kata dia.Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) berpendapat, tarif royalti belum pantas dinaikkan pada saat harga jual batubara masih di bawah US$ 100 per ton. "Kok di saat harga rendah malah tarif royaltinya dinaikkan," kata Supriatna.Meski demikian, dia memproyeksikan, kenaikan tarif royalti ini tidak mempengaruhi jumlah produksi nasional dengan melebihi target pemerintah sebesar 421 juta ton. "Kenaikan royalti sulit menekan produksi, karena masih banyak penambang ilegal yang bebas menjual produksinya tanpa bayar pajak dan royalti," imbuhnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News