Produksi Dalam Negeri Terbatas, Neraca Dagang Alat Kesehatan Indonesia Masih Defisit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih sangat tergantung pada impor produk alat kesehatan (alkes). Pasalnya, sebagian besar produk alat kesehatan masih mengandalkan pasokan dari luar negeri, akibat produksi dalam negeri masih terbatas.

Asep Adipurna, Kepala Badan Pembiayaan Usaha dan Kerjasama Eksternal (Financ Access) Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia mengatakan, untuk membangun ekosistem industri kesehatan di Indonesia masih banyak menghadapi tantangan lantaran masih ketergantungan pada produk impor. 

Setidaknya, tergambar dari neraca perdagangan alkes Indonesia yang defisit Rp 28,3 triliiun per November 2023. "Impor produk alkes Indonesia mencapai Rp 40,1 triliun sedangkan ekspornya hanya Rp 16,3 triliun, atau defisit Rp 28,3 triliun. Artinya, alkes kita masih didominasi produk impor," katanya di Depok, pekan lalu.


Baca Juga: Jokowi Minta Menkes Rumuskan Kebijakan agar Harga Alkes dan Obat Bisa Murah

Menurut Asep, izin edar alat kesehatan luar negeri (AKL) atau impor tercatat sebanyak 54.469 dengan 1.552  jenis produk, sedangkan izin edar alat kesehatan dalam negeri (AKD) atau lokal hanya 15.477 yang mencakup 447 produk.

"Saat ini terdaftar 843 produksen alat kesehatan dan 24 lab uji produk alat kesehatan. Sementara distributor alat kesehatan tercatat sebanyak 4.211 dengan 69 faslitias uji klinis," sebutnya.

Menurut Asep, secara global pangsa pasar alat kesehatan Indonesia diprediksi mencapai 0,4% pada tahun 2025. "Potensi pertumbuhan pasar alat kesehatan Indonesia bisa tumbuh dua digit atau tertinggi di dunia," ungkapnya.

Baca Juga: Ancaman Produk Impor Ilegal Masih Hantui Industri Keramik Nasional

Adapun faktor pendorongnya adalah meningkatnya cakupan asuransi kesehatan, semakin banyak rumah sakit swasta yang bermunculan, dan meningkatknya prevalansi penyakit kronis. "Penyakit stroke, jantung, diabtes, dan TBC yang menjadi penyebab utama kematian membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, " imbuh Asep.

Atas dasar itu, selain hilirisasi, hulunisasi juga harus dipertimbangkan agar tercipta alur inovasi yang reversible dalam pengembangan alkes. Hulunisasi, atau proses mengalirkan data dan kebutuhan di hilir ke hulu dapat dilakukan oleh industri. Pasalnya, kebutuan bahan baku, khususnya medical grade raw material, masih sulit dipenuhi industri hulu dalam negeri. 

Baca Juga: Groundbreaking Pembangunan Alat Pemindai Peti Kemas di IPC TPK

"Industri bisa mulai masuk ke perguruan tinggi atau badan penelitian untuk memaparkan kebutuhan produksinya sehingga periset memiliki challenge untuk memenuhi kebutuhan tersebut," imnbuh Asep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli