Produksi dan jualan dilakukan sendiri (1)



Meski disesaki oleh gedung-gedung tinggi pencakar langit, di beberapa daerah kota Jakarta ternyata masih terlihat geliat industri rumahan. Salah satunya bisa ditemui di bilangan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Di daerah ini terdapat lokasi sentra produksi tahu dan tempe yang telah berdiri lebih dari 25 tahun silam. Lokasi sentra ini sekitar 200 meter dari jalan raya. Anda harus memasuki gang yang lokasinya dekat dengan halte Trans Jakarta di Duren Tiga.

Pada sentra ini beroperasi lebih dari 50 rumah produksi tahu dan tempe. Dalam satu rumah produksi, rata-rata dihuni oleh 5-8 pengrajin tempe. Siti, salah satu pengrajin tempe di sentra ini mengatakan, jumlah pengrajin tahu dan tempe di sentra ini lebih dari 200 orang yang umumnya berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah.


Perempuan berusia 43 tahun ini telah memproduksi tempe di sentra ini sejak 20 tahun yang lalu. "Setelah menikah, saya pindah ke Jakarta dan mulai membuat tempe," ujar Siti.

Dalam sehari, Siti mampu memproduksi 30 kilogram (kg) kacang kedelai untuk dijadikan tempe di rumah kontrakannya. Selain memproduksi tempe, dia memasarkan tempe buatannya sendiri. Biasanya Siti menjual tempe ke Pasar Buncit, tidak jauh dari sentra ini. Harga jual tempe saat ini sekitar Rp 3.000-Rp 7.000 per bungkus.

Omzet penjualan tempe sekitar Rp 400.000 per hari. Setelah dikurangi modal pembelian bahan baku, plastik, kayu bakar, ragi dan lain-lain, Siti bisa mengantongi laba bersih sekitar Rp 100.000 per hari.

Perajin tempe lain, Rasmono, memproduksi dan memasarkan sendiri tempe di sentra. Lelaki 63 tahun ini  telah tinggal di sentra itu sejak 15 tahun yang lalu. Sebelumnya, sejak 1970,  Rasmono sudah menjadi pengrajin tempe. "Awalnya saya memproduksi tempe di Tebet, lalu pindah-pindah berapa kali, baru akhirnya kesini," tutur Rasmono.

Rasmono pun memproduksi tempe di rumah tempat tinggalnya. Di rumah tersebut, ada tujuh pengrajin tempe lain yang juga keluarga dekat Rasmono dari Pekalongan. "Walaupun kami satu rumah, di sini tidak ada bos. Masing-masing produksi sendiri dan menjual sendiri," tutur Rasmono.

Rasmono menjelaskan, pengrajin tempe yang juga tinggal di rumahnya memiliki pendapatan yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh jumlah produksi tiap orang yang berbeda pula. "Tiap orang memproduksi berbeda-beda, ada yang 25 kg kacang kedelai, 40 kg dan ada yang 50 kg," tandas Rasmono.

Sehari-hari Rasmono dibantu anaknya dalam memproduksi tempe. Tiap hari, setidaknya dia bisa menghabiskan 40 kg-80 kg kacang kedelai untuk produksi.  Ia membentuk tempe dengan ukuran yang berbeda-beda. Harga jualnya berkisar Rp 3.000-Rp 15.000 per potong.Meski Rasmono tidak tahu persis omzet yang dia dapat lantaran tidak memiliki pembukuan, tapi setidaknya ia sudah bisa memiliki rumah sendiri dari hasil usaha tempe selama ini.           (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini