Produksi dan kualitas kakao Indonesia terus melorot



JAKARTA. Produksi kakao Indonesia tahun ini diperkirakan akan melorot 30% dari produksi tahun 2010. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memperkirakan produksi kakao Indonesia tahun ini hanya 430.000 ton, separuh dari kapasitas produksi yang berkisar 800.000 ton hingga 1 juta ton. Jumlah ini turun sekitar 28,33% dari produksi kakao nasional 2010 yang menurut Askindo sebanyak 600.000 ton.

Direktur Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kemtan) Gamal Nasir mengakui tahun ini produksi akan melorot ke jumlah 600.000 ton, bukan 430.000 ton. Ini berarti turun 40,67% dari produksi kakao 2010 menurut data Ditjenbun yang dicatat sebanyak 844.626 ton. Padahal pemerintah menargetkan tahun ini panen kakao bisa mencapai 903. 092 ton.

“Penurunan produksi ini 30% disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani dalam merawat tanaman, sementara faktor cuaca hanya mempengaruhi 10%,” kata Ketua Umum Askindo Zulhefi Sikumbang ketika dihubungi, Senin(22/8).


Zulhefi mengatakan jamur, penyakit dan buah busuk yang terjadi akibat curah hujan tinggi pada awal tahun ini sebenarnya bisa diminimalisasi kalau petani diajarkan untuk merawat dan memangkas pohon dengan benar. Namun karena perawatan yang dilakukan petani cenderung seadanya, maka dampak penyakit tidak dapat dikurangi.

Dampak cuaca yang membaik pada pertengahan tahun ini menurut Zulhefi baru akan terasa pada awal tahun depan. Dia memperkirakan panen pada triwulan ke 4 2011 hanya akan mencapai 100.000 ton. Sementara pada semester pertama 2011, Zulhefi memperkirakan produksi kakao nasional baru mencapai 250.000 ton.

Rendahnya perawatan ini membuat kualitas kakao yang diproduksi pada tahun ini juga cenderung menurun. Zulhefi mencontohkan buangan kakao saat ini sudah melebihi kisaran 9%-10%, batas kualitas yang ditentukan oleh pasar internasional.

Selain itu biji kakao pada panen tahun ini juga mengecil, dari standar maksimal 110 butir per 100 gram kini menjadi 130 butir per 100 gram. Cuaca yang buruk juga membuat kadar jamur kakao mencapai 5% hingga 6%, melebihi ambang batas kandungan jamur 4%. “Karena kualitas yang rendah ini harga di petani juga ikut berkurang, bisa berkurang hingga 15% dari harga di pasar internasional,” kata Zulhefi.

Zulhefi mengatakan harga kakao di pasar nasional dalam dua bulan terakhir bertahan di kisaran Rp 18.000 per kg hingga Rp 24.000 per kg. Sementara itu Gamal mengatakan harga kakao di tingkat petani juga jatuh karena para petani sering kali menjual kakao yang belum berfermentasi dengan sempurna.

“Karena mereka perlu uang cepat, jadi biasanya sebelum fermentasi selesai kakao sudah dijual. Padahal ini bisa selisih Rp 5.000 hingga Rp 8.000 per kg. Ke depan ini akan diperbaiki,” kata Gamal ketika dihubungi kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.