JAKARTA. Impor garam terbuka lebar. Ini lantaran volume produk garam nasional terus merosot.Berdasarkan perhitungan Kementerian Perindustrian, volume produksi garam nasional hanya sebanyak 1 juta ton. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menilai, volume produksi garam itu terus merosot hingga 20% menjadi sekitar 800.000 ton. Dengan demikian, dia menilai volume produksi itu tidak mencukupi kebutuhan nasional yang mencapai sekitar 3 juta ton. "Maka untuk mengatasi kekuranganya harus impor," tegas Panggah, Senin (9/1).Meski opsi impor garam terbuka, Panggah berjanji tetap mengutamakan penyerapan produksi garam dalam negeri. Menurutnya, impor baru akan dilakukan jika memang produksi garam dalam negeri sangat kurang. Untuk menggenjot produksi dalam negeri ini, Panggah mengaku telah melakukan berbagai strategi. Diantaranya, program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Upaya intensifikasi adalah berkaitan dengan penataan lahan di sentra-sentra produksi garam seperti di Madura, Sumenep, Sampang, serta tempat lainnya di Cirebon. Sementara, untuk ekstensifikasi akan dilakukan konsentrasi wilayah industri garam di NTT yaitu di Nagakeo, Teluk Kupang, dan Ende. Menurut Panggah, ketiga daerah ini sedang dalam tahap pengembangan. Pemerintah juga telah melakukan penyamaan data untuk menghindari terjadinya kesalahan data. Selain itu, juga akan dilakukan pembenahan infrastruktur untuk mendukung kedua upaya ini, "Kalau produksi dalam negeri naik, maka angka impor kami kurangi. Tapi saya tidak dapat berspekulasi besarannya dalam situasi anomali cuaca ini," tegasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Produksi garam lokal merosot, Kementerian Perindustrian buka opsi impor
JAKARTA. Impor garam terbuka lebar. Ini lantaran volume produk garam nasional terus merosot.Berdasarkan perhitungan Kementerian Perindustrian, volume produksi garam nasional hanya sebanyak 1 juta ton. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menilai, volume produksi garam itu terus merosot hingga 20% menjadi sekitar 800.000 ton. Dengan demikian, dia menilai volume produksi itu tidak mencukupi kebutuhan nasional yang mencapai sekitar 3 juta ton. "Maka untuk mengatasi kekuranganya harus impor," tegas Panggah, Senin (9/1).Meski opsi impor garam terbuka, Panggah berjanji tetap mengutamakan penyerapan produksi garam dalam negeri. Menurutnya, impor baru akan dilakukan jika memang produksi garam dalam negeri sangat kurang. Untuk menggenjot produksi dalam negeri ini, Panggah mengaku telah melakukan berbagai strategi. Diantaranya, program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Upaya intensifikasi adalah berkaitan dengan penataan lahan di sentra-sentra produksi garam seperti di Madura, Sumenep, Sampang, serta tempat lainnya di Cirebon. Sementara, untuk ekstensifikasi akan dilakukan konsentrasi wilayah industri garam di NTT yaitu di Nagakeo, Teluk Kupang, dan Ende. Menurut Panggah, ketiga daerah ini sedang dalam tahap pengembangan. Pemerintah juga telah melakukan penyamaan data untuk menghindari terjadinya kesalahan data. Selain itu, juga akan dilakukan pembenahan infrastruktur untuk mendukung kedua upaya ini, "Kalau produksi dalam negeri naik, maka angka impor kami kurangi. Tapi saya tidak dapat berspekulasi besarannya dalam situasi anomali cuaca ini," tegasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News