Produksi industri kimia dasar diprediksi hanya tumbuh 5% tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan industri kimia dasar diperkirakan stagnan sepanjang tahun ini. Michael Susanto Pardi, Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (AKIDA) menyebut pertumbuhan produksi atau kinerja dari industri kimia dasar pada tahun ini hanya sebesar 5%.

Proyeksi ini sejalan dengan target pertumbuhan industri kimia hilir. Michael mengatakan, produksi cenderung naik pada semester pertama, dan kembali melemah mamasuki semester kedua mengikuti tingkat daya beli masyarakat.

"Kami sangat berhubungan dengan daya beli masyarakat. Kalau hilirnya meningkat, pasti bahan baku juga tumbuh," ujarnya ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Kamis (1/8).


Baca Juga: Sektor industri dasar dan kimia jadi jawara di bulan Juli, sektor tambang masih keok

Selain itu, Industri kimia dasar juga ternyata harus berkompetisi dengan produk bahan baku dari luar negeri. Ia menduga banyaknya bahan baku impor karena dampak dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Tak berhenti di situ, tantangan lain industri kimia adalah infrastruktur di Indonesia yang kurang mendukung tumbuhnya industri kimia dasar. Menurut Michael, perlu adanya infrastruktur yang terintegrasi agar bisa mengurangi biaya produksi. "Kita belum ada satu lokasi besar yang menampung industri kimia dari hulu hingga hilir, belum ada industri khususnya," tambahnya.

Michael menambahkan rata-rata utilisasi total dari pabrik industri kimia dasar di Indonesia saat ini sebesar 60% hingga 70%. Ia menargetkan tahun depan utilisasi sudah mampu mencapai 70%.

Baca Juga: Indeks sektor industri dasar dan kimia berkinerja apik sebulan ini, kenapa?

Guna menumbuhkan industri ini, ia berharap adanya insentif yang diberikan oleh beberapa pihak. Tak hanya itu, biaya produksi yang tinggi juga menjadi salah satu alasan industri ini berkembang lamban, misalnya tarif gas yang tinggi.

Biaya untuk gas sendiri bisa mencapai 20% dari total biaya produksi untuk mengolah bahan kimia. Sementara kebutuhan biaya untuk listrik sebesar 10%. Meski demikian, Michael mengakui tarif listrik di Indonesia saat ini cukup murah ketimbang negara lainnya.

Baca Juga: Mengukur efektivitas pengembangan industri petrokimia terhadap defisit neraca dagang

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Fridy Juwono menuturkan, pemerintah tengah berupaya mengendalikan produk kimia dasar yang masuk ke Indonesia. Misalnya dengan lebih memperhatikan kualitas dengan menerapkan standar nasional Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat