Produksi kakao tahun ini diperkirakan turun 10%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi biji kakao tahun ini diperkirakan bakal turun 10% dari produksi tahun sebelumnya sebanyak 260.000 ton. Hal ini dipicu oleh minimnya produktivitas kakao petani.

Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Pieter Jasman menjelaskan, isu utama dalam kakao ada pada produktivitas petani yang umumnya hanya mencapai 2 ton per hektar dengan luas lahan 1,7 juta hektar.

Oleh karena itu, pihaknya terus mendorong pemerintah untuk menganggarkan program pengembangan tanam kakao seperti gerakan nasional kakao untuk lima tahun ke depan. Menurutnya, perluasan lahan tidak diperlukan bila pemerintah dapat mendorong peningkatan produktivitas.


"Kami juga sedang mendorong para gubernur yang ada di Sulawesi sebagai sentra produksi kakao untuk melakukan program revitalisasi kakao. Disamping itu kami juga sedang mendorong pihak swasta untuk masuk berinvestasi di perkebunan kakao," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (28/7).

Menurutnya, tanggung jawab untuk meningkatkan produksi biji kakao tersebut harus jadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Apalagi turunan kakao yakni coklat memiliki pangsa pasar yang cukup besar. Dalam perhitungan Pieter, secara global konsumsi cokelat terus tumbuh antara 2%-4% per tahunnya. Tahun lalu, misalnya, total cocoa grinding dunia sebesar 4,4 juta ton. Dengan adanya cuaca ekstrem di beberapa negara dan peningkatan konsumsi di negara berkembang, maka konsumsi cokelat tahun ini pasti akan tumbuh juga.

"Konsumsi cokelat di Indonesia juga diperkirakan tumbuh dengan banyaknya waralaba minuman cokelat, produk 3in1 dan juga minuman ready to drink berbahan cokelat," katanya.

Lebih dalam soal data produksi, Pieter menyampaikan pihaknya berharap pemerintah dapat memperbaiki data catatan Kementerian Pertanian dengan milik asosiasi.

Menurutnya, Kementan meyakini produksi biji kakao tahun lalu tercatat di 688.000 ton, sedangkan pada kalkulasi AIKI hanya 260.000 ton, sedangkan catatan International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan produksi Indonesia tahun 2017 di besaran 290.000 ton.

"Data yang akurat sangat penting karena sangat terkait erat dengan kebijakan yang dibuat pemerintah. Pemerintah perlu membuat metode perhitungan yang lebih akurat dan memberlakukan “data amnesty” agar ke depannya menjadi lebih baik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie