Produksi kelapa sawit tidak akan terpengaruh moratorium konversi hutan



JAKARTA. Rencana pemerintah untuk melakukan moratorium konversi hutan pada tahun ini ternyata tidak terlalu merisaukan para pengusaha. Menurut Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), kebijakan yang rencananya akan dituangkan dalam Instruksi Presiden tersebut tidak akan terlalu berpengaruh pada produksi kelapa sawit nasional. "Rencananya kan berlaku cuma 2 tahun, ya sepertinya tidak akan berpengaruh banyak," tutur Fadhil kepada KONTAN, Jumat (14/1). Gapki sendiri pada tahun ini menargetkan produksi kelapa sawit sebanyak 22,5-23 juta ton, naik 9,5% dari produksi tahun 2010 sebanyak 21 juta ton.Meskipun begitu, Fadhil memberi catatan kepada pemerintah terkait moratorium ini. Pihaknya meminta kejelasan inpres moratorium ini agar tidak bertabrakan dengan Undang-undang konversi lahan yang telah berlaku sebelumnya, sehingga pengusaha mendapatkan kepastian hukum terkait pengurusan izin lahan. Fadhil juga meminta butir-butir yang terdapat dalam moratorium tersebut tidak hanya terkait penghentian sementara izin hutan primer dan lahan gambut. Pemerintah juga mesti memasukkan butir-butir terkait identifikasi lahan terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Fadhil bilang butir ini sangat penting dimasukkan karena pengusaha kerap menemukan lahan-lahan terlantar tapi kesulitan untuk mengurus izin pemanfaatannya. "Kalau dimasukkan lahan tersebut akan lebih bernilai ekonomis," tutur Fadhil.Pemerintah juga diminta segera menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) untuk memperjelas status lahan yang akan digunakan oleh pengusaha kelapa sawit. Fadhil bilang selama ini status lahan, luas lahan maupun batas lahan yang boleh dimanfaatkan oleh pengusaha tidak jelas. "Akibatnya, kita kesulitan untuk melakukan aktivitas produksi," tandas Fadhil. Karena itu, Gapki berharap selain menerbitkan moratorium, pemerintah juga merealisasikan RTRWP ini.Moratorium konversi hutan ini tidak akan terlalu berpengaruh pada proses ekspansi lahan produksi kelapa sawit. Meski belum bisa menyebutkan jumlahnya secara konkret, Fadhil bilang tahun ini pihaknya berencana melakukan ekspansi lahan produksi kelapa sawit. "Kita masih menunggu kepastian investasi dan segala prosedurnya," tutur Fadhil.Sebelumnya, Joko Arif, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, menyatakan salah satu urgensi moratorium ini adalah untuk mengerem laju ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. Joko menilai pengusaha Indonesia lebih memilih pola ekspansi lahan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit, yang mengakibatkan laju ekspansi lahan kelapa sawit mencapai 450.000 hektare per tahunnya. Cara ini dinilai kurang bijak karena berdampak buruk pada keberlangsungan hutan sekaligus merugikan banyak pihak. Joko bilang pengusaha sebenarnya dapat menggenjot produksi dengan jalan intensifikasi lahan yang selama ini sudah dimanfaatkan. "Dengan 9 juta lahan yang dimanfaatkan untuk sawit seperti saat ini, target 40 juta ton produksi sawit pada 2020 tetap akan tercapai," tandas Joko, dalam Konferensi Pers yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jumat (14/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini