Produksi kopi turun paling tajam



JAKARTA. Produksi kopi Indonesia terus melorot. Dibandingkan dengan negara-negara penghasil kopi lain, produksi kopi tanah air menurun paling tajam.

Persoalan iklim menjadi penyebab rendahnya produktivitas kopi nasional. Selain itu, proses penanganan pasca panen yang lemah membuat produksi kopi berkurang.

International Coffee Council (ICC) mencatat, produksi kopi dunia tahun 2014 turun hingga 4,6 juta bags (1 bags sekitar 60 kilogram) menjadi 137,4 juta bags atau turun 3,2% dari produksi tahun 2013 yang menembus 142 juta bags.


Di antara negara produsen kopi sejagat, Indonesia tercatat memiliki tingkat penurunan produksi paling tinggi, yakni 23%. Bandingkan dengan kompetitor seperti Brazil yang hanya kehilangan produksi 7,8%, Uganda sebesar 5,5%, dan Peru sebesar 21,6%. Produksi kopi Indonesia turun dari sekitar 11,6 juta bags pada tahun 2013 atau setara 696.000 ton menjadi tinggal 9 juta bags atau sekitar 540.000 ton pada tahun 2014.

Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang membuat produksi kopi Indonesia merosot tajam.

Pertama, kualitas bibit kopi yang rendah sehingga hasil produksinya ikut rendah. Kedua, kurangnya pupuk dan cara pengelolaan pasca panen yang salah karena petani belum memiliki standar baku pengolahan.

Ketiga, selama ini, kopi masih dijadikan sebagai sampingan usaha dan bukannya sebagai mata pencarian utama petani. "Pemilik kebun kopi kebanyakan adalah pegawai yang menyambi sambil menanam kopi. Saat panen datang, mereka tidak mengelolanya tapi menjual langsung biji kopi," katanya, Rabu (1/4).

Kondisi ini tentu berimbas ekspor kopi di Indonesia yang kian pahit. Kementerian Pertanian (Kemtan) mencatat volume ekspor biji kopi tahun 2014 turun 39% menjadi 384.000 ton dari 534.000 ton pada tahun 2013. Meskipun, secara nilai ekspor mengalami kenaikan dari US$ 1 miliar menjadi US$ 1,1 miliar.

Tahun ini, produksi kopi ditargetkan mencapai 600.000 ton dan sebanyak 80% diperuntukkan untuk pasar ekspor. Sisanya, sekitar 20% untuk pasar lokal.

Konsumsi meningkat

Menurut hitungan AEKI, tahun ini bakal terjadi kekurangan pasokan kopi dunia. Konsumsi kopi tahun ini bakal naik 1,8% menjadi 149 juta bags dari tahun lalu yang mencapai 147 juta bags.

Kenaikan terjadi karena prediksi datangnya musim dingin yang lebih panjang di Amerika Utara, Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Artinya, kekurangan pasokan kopi dunia tahun ini bisa mencapai 7 juta bags.

Walaupun terjadi defisit pasokan, namun harga kopi justru turun. Kondisi ini terjadi karena devaluasi nilai tukar mata uang negara produsen kopi terhadap dollar Amerika Serikat (AS), termasuk Brasil, Kolombia, dan Indonesia. Selain itu, tahun ini stok kopi dunia dinilai masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan.

Meski pasar ekspor kopi tengah lesu, konsumsi kopi dalam negeri justru meningkat. Hal tersebut terlihat dari angka konsumsi kopi Indonesia yang naik menjadi 1,03 kilogram (kg) per kapita pada tahun lalu dari sebanyak 800 gram per kapita pada tahun 2013 silam.

Yusni Emilia Harahap, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian mengatakan, konsumsi kopi Tanah Air makin tinggi. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya produk kopi yang menandakan letak geografis.

Sejak tahun lalu, sudah mulai bermunculan produksi specialty coffee, seperti kopi luwak dan kopi organik untuk pasar premium.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto