Produksi meluber, harga batubara anjlok



JAKARTA. Harga batubara terus menurun sejak akhir tahun 2011 hingga sekarang. Harga batubara di tiga bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan dengan harga pada periode yang sama tahun lalu.

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan, tren penurunan harga batubara terjadi sejak November 2011 akibat produksi berlebih.

Tahun lalu harga batubara pernah mencapai harga tertinggi US$ 120 per ton. Kini, harga batubara di bawah US$ 100 per ton, posisi terendah dalam 18 bulan terakhir.


Harga Batubara Indonesia Referensi (HBA) untuk pembangkit listrik dengan kandungan kalori 6.322 per kilogram turun menjadi US$ 102 per ton, terendah sejak November 2010. Pada April, HBA mencapai US$ 105,61 per ton.

Salah satu penyebab penurunan harga batubara ini adalah akibat kelebihan produksi batubara. Supriatna mengungkapkan, produksi batubara pada periode Januari-Maret 2012 justru meningkat tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Selama tiga bulan pertama tahun ini, produksi batubara mencapai 102 juta ton, lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 90 juta ton," ujar dia, Senin (21/5).

Kendati harga makin merosot, pengusaha tidak memangkas produksi, justru makin menggenjot produksinya. Musim hujan juga tak menghalangi produksi batubara. Padahal biasanya produksi batubara merosot di saat musim hujan. "Pengusaha itu yang penting profit. Tidak peduli harga naik atau turun, asal masih ada untung produksi tetap jalan," jelas dia.

Produksi 400 juta ton

Pemicu utama peningkatan produksi batubara ini, menurut Supriatna, adalah makin banyak negara yang membangun pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara.

Beberapa negara yang menaikkan permintaan yaitu China, India, Pakistan, Thailand dan Srilangka. "China dan India paling banyak menyerap," kata dia. Indonesia mengekspor batubara ke kedua negara tersebut masing-masing 60 juta ton pada tahun ini.

Alhasil, permintaan batubara meningkat dan produksi batubara di dalam negeri pun bertambah. "Kami perkirakan hingga akhir tahun nanti produksi bisa mencapai 390 juta-400 juta ton," kata dia. Perkiraan ini telah menghitung kemampuan produksi perusahaan tambang dan fluktuasi permintaan pasar maupun harga akibat krisis global.

Proyeksi APBI ini melebihi proyeksi produksi batubara dari pemerintah. Sebagai gambaran, tahun ini, pemerintah memproyeksikan produksi batubara sekitar 332 juta ton.

PT Reswara Minergi Hartama, misalnya, merasakan betul peningkatan permintaan batubara dari pasar ekspor. Pekan lalu, Harry Asmar, Presiden Direktur Reswara Minergi Hartama, mengungkapkan Reswara telah menandatangani kontrak jual beli batubara dengan Coeclerici Group (Coeclerici) sebesar 360.000 metrik ton untuk pasar China dan Thailand. "Reswara berhasil memperluas jangkauan batubara ke pasar yang baru yaitu Thailand," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri