Produksi minyak AS jadi penentu pergerakan harga minyak dunia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) bergerak naik pada perdagangan Jumat (16/11). Hingga pukul 16.40 WIB, Jumat (16/11), harga minyak WTI untuk pengiriman Desember 2018 di New York Mercantile Exchange tercatat berada di level US$ 57,16 per barel. Harga tersebut meningkat 1,23% dari hari sebelumnya yang sebesar US$ 56,46 per barel.

Harga minyak mentah telah menguat tiga hari berturut-turut, pasca jatuh ke level US$ 55,69 pada Selasa lalu (16/11). Kala itu, harga minyak WTI berada di level terendahnya sejak November 2017.

Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan, dari sisi fundamental, pergerakan harga minyak berkaitan dengan kecenderungan Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan produksi minyaknya.


Menurut data International Energy Agency (IEA) pada Kamis (15/11), produksi minyak AS naik menjadi 11,7 juta barel per hari, atau memecahkan rekor tertinggi. Ini diproyeksikan menjadi pemberat bagi kenaikan harga minyak dunia.

Kenaikan harga minyak yang terjadi saat ini, menurut Yudiawan, tak lepas dari sentimen postitif yang datang dari negara pengekspor minyak (OPEC). Saat ini, organisasi yang memayungi negara produsen minyak tersebut mempertimbangkan pemangkasan produksi minyak hingga 1,4 juta barel per hari pada tahun 2019.

Upaya tersebut dilakukan untuk menghindari lonjakan persediaan global yang menyebabkan harga minyak anjlok seperti yang terjadi di tahun 2014 dan 2016.

Selain itu, munculnya pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait harga minyak yang pas bagi Rusia di level US$ 70,00 per barel, menjadi sentimen positif kenaikan harga saat ini. “Namun, sentimen tersebut tenggelam oleh sentimen lainnya baik dari AS maupun OPEC yang lebih kuat,” kata Yudiawan ketika dihubungi Kontan.co.id.

Ia memproyeksikan, harga minyak pada perdagangan Senin (19/11), akan berada di rentang support dan resistance US$ 55,80-58,50 per barel. Sedangkan, untuk perdagangan selama sepekan depan, harga akan bergerak fluktuatif di rentang support dan resistance US$ 52,50-61,00 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat