Produksi naik, CKRA tunda ekspansi



JAKARTA. PT Cakra Mineral Tbk (CKRA) meraih berkah dari penjualan zirkon di kuartal pertama tahun ini. Permintaan zirkon yang naik, membuat tambang perusahaan bisa meningkatkan produksi.

Sekretaris Perusahaan Cakra Mineral Dexter Sjarif Putra mengatakan, biasanya perusahaan ini mampu memproduksi zirkon 350 ton–400 ton per bulan.  Namun, target produksi per bulan itu sudah terlampaui. 

Malah, pada bulan Januari produksi mencapai 400 ton–500 ton dan Februari 500 ton–600 ton. Adapun pada bulan  Maret, produknya sekitar 700 ton dan siap dilakukan pengapalan April. "Semuanya terjual," ujar dia. 

Pasokan zirkon diperoleh dari anak usaha perusahaan dengan kode saham CKRA yakni PT Takaras Inti Lestari di Kalimantan Tengah. Sementara, anak usaha lainnya,  PT Murui Jaya Perdana baru menghasilkan zirkon yang tak banyak. 

Saat ini, CKRA mengekspor 100% produk zirkon ke Jerman, Italia, Jepang, dan Ukraina. Sayangnya, Dexter masih enggan memroyeksi volume penjualan hingga akhir tahun ini lantaran harga yang masih rendah. "Jadi kami tidak berani agresif juga," katanya kepada KONTAN, Rabu (30/3).

Faktor harga yang masih mini juga yang membuat ekspor ke China menjadi tertunda. Secara kuantitas banyak permintaan dari China tetapi harganya rendah.  "Padahal ada dua sampai tiga penawaran, tetapi harganya masih belum ketemu," jelasnya. 

Asal tahu, harga zirkon saat ini hanya US$ 950 per ton padahal pada tahun 2013 harga zirkon sempat mencapai US$ 2.150 per ton. Adapun produksi zirkon pada 2014 mencapai 30.000 ton, dan tahun 2015 naik menjadi 40.000 ton.

Di sisi lain, di tengah harga yang belum membaik, rencana ekspansi pembangunan smelter bijih besi bersama Z&N International Co. Ltd senilai US$ 60 juta dan feronikel bersama Shanxi SuoEr Technology senilai US$ 68 juta ditunda dulu.

Kata Dexter, jika smelter ini tetap dibangun di tengah harga turun, bukannya meningkatkan margin malah membuat keuangan berdarah-darah. "Makanya kami wait and see dulu," tandasnya.

Selain menunda rencana smelter, rencana akuisisi tambang coking coal di tahun ini diperkirakan juga akan tertunda. Ketika awal perjanjian harganya masih di level US$ 100 per ton, sekarang sudah melesat turun ke level US$ 80 per ton. "Makanya harganya sudah tidak masuk secara ekonomis," tambahnya.

Dexter mengatakan, perseroan memang bisa melakukan akuisisi tambang di tengah harga yang sedang anjlok, hanya  CKRA masih belum bisa memastikan bottom line harga zirkon.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan